Views: 53
Meski tahun 2023 ini belum berakhir, tapi para ahli iklim sudah yakin kalau tahun ini akan jadi tahun terpanas yang pernah tercatat di bumi. Perubahan iklim disebut sebagai penyebab utamanya.
Keyakinan para ahli tersebut didasarkan pada hasil akumulasi catatan program antariksa Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S), pada 6 Desember lalu. Dalam kesimpulannya CS3 menyatakan kalau tahun ini merupakan yang terpanas sejak pencatatan dimulai pada 1940. Catatan suhu diakumulasikan mencapai 0,32 derajat Celcius lebih tinggi dari sebelumnya.
Selain itu, dalam catatan tahun 2023 ini, terdapat enam bulan catatan akumulasi yang memecahkan rekor suhu global bumi sebelumnya. Tahun ini, suhu global rata-rata telah mencapai 1,46 C lebih tinggi daripada suhu pada masa pra-industri 0,13 C. Suhu ini juga lebih tinggi daripada suhu pada bulan Januari hingga November tahun 2016, yang merupakan tahun terpanas yang pernah tercatat, demikian menurut C3S.
“Suhu yang “luar biasa” ini berarti bahwa tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah,” kata wakil direktur C3S, Samantha Burgess, dalam sebuah pernyataan.
Para peneliti mencatat bahwa suhu yang luar biasa hangat ini sebagian disebabkan oleh peristiwa El Nino terbaru, yang secara ilmu teknologi telah dimulai pada bulan Juni 2023. El Nino akan terus berlanjut hingga tahun depan, yang berarti tahun 2024 kemungkinan akan sama hangatnya dengan tahun 2023.
Letusan Gunung Tonga
Beberapa ahli lain berpendapat bahwa letusan gunung berapi bawah laut Tonga pada bulan Januari 2022, menjadi sebab makin naiknya suhu secara global. Letusan gunung tersebut diperkirakan memompa uap air dalam jumlah yang sangat tinggi ke atmosfer hingga memerangkap lebih banyak panas di atmosfer.
Terlepas dari faktor-faktor tersebut, para peneliti sependapat kalau penyebab utama kenaikan suhu adalah pemanasan global. Fenomena pemanasan global disebabkan oleh emisi gas rumah kaca yang tidak terkendali, yang telah memerangkap lebih dari 25 miliar energi setara bom atom di atmosfer bumi selama 50 tahun terakhir, menurut para peneliti. “Kelebihan energi ini tidak hanya menyebabkan suhu udara meroket, tetapi juga membuat kejadian ekstrem seperti El Nino menjadi lebih tidak terduga dan berpotensi merusak,” kata mereka.
COP 28 Dubai
Dan masalahnya ini semakin memburuk, karena pada tanggal 4 Desember, para ilmuwan pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP28) mengumumkan bahwa emisi karbon global mencapai titik tertinggi baru tahun ini.
“Selama konsentrasi gas rumah kaca terus meningkat, kita tidak dapat mengharapkan hasil yang berbeda dari yang terlihat tahun ini,” kata direktur C3S, Carlo Buontempo.
Namun, para ilmuwan mengatakan bahwa kita masih memiliki waktu untuk mencegah bencana lebih lanjut.
Pakar perubahan iklim terkemuka Michael Mann, direktur Pusat Sains, Keberlanjutan, dan Media di Universitas Pennsylvania, baru-baru ini menulis dalam sebuah artikel opini untuk Live Science bahwa kita masih bisa menghentikan dampak terburuk dari perubahan iklim, jika kita berhenti memproduksi gas rumah kaca sesegera mungkin. (Sulung Prasetyo)
+ There are no comments
Add yours