upper karnali

MENGARUNGI SUNGAI AIR MATA DEWA SIWA

Views: 65

Orang-orang banyak mungkin lebih mengenal negara Nepal dengan puncak-puncaknya yang tinggi, jalur peziarah yang terjal, dan mistik yang diperkuat oleh daya tarik budaya pop selama puluhan tahun. Tetapi ada sisi lain dari Nepal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang luar.

Salju yang luar biasa dan sisi pegunungan curam yang menutupi Nepal juga memunculkan beberapa jalur air yang paling suci dan indah di Asia. Salah satunya, Sungai Karnali, adalah sungai terpanjang yang mengalir di Nepal.

Namun, sungai ini mungkin tidak akan bertahan lama. Sebuah bendungan pembangkit listrik tenaga air akan dibangun disana. Membawa listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Nepal di sepanjang tepian sungai yang berbatu-batu. Namun, waduk di hulu sungai dan berkurangnya aliran air di hilir sungai dapat menjadi bencana ekologis, belum lagi merusak industri pariwisata arung jeram yang sedang berkembang di negara ini. Isu ini yang kemudian diangkat dalam film dokumenter “The Tears of Shiva”.

Salah satu jeram di hulu sungai Karnali. Lembah dengan penuh celah sempit untuk kayak sungai melewatinya. Hampir tak boleh ada kesalahan disini, atau kecelakaan di sungai siap dihadapi para kayaker. (dok. explorerweb.com)

Ekspedisi Kayak

Untuk mengeksplorasi sungai ini, Nepal River Conservation Trust (NRCT) mensponsori ekspedisi kayak sungai di salah satu bagian paling liar di Karnali. Tim beranggotakan empat orang yang terdiri dari Aniol Serrasolses, Mikel Sarasola, Todd Wells, dan warga lokal Nepal Surjan Tamang menjadi tim kedua yang akan kembali mengarungi bagian sungai tersebut. Setelah tim terakhir yang berhasil melakukannya pada pertengahan tahun 1990-an sebelumnya.

Bagian atas Karnali penuh dengan ngarai yang tak kenal ampun lengkap dengan jeram kelas IV dan V, yang jelas sangat berbahaya. Dan dalam ekspedisi tersebut, kayak disebutkan sangat sarat dengan peralatan dan perbekalan, sehingga lebih sulit dikendalikan. Penyelamatan di sepanjang koridor sungai yang terpencil hampir tidak mungkin dilakukan. Singkatnya, margin kesalahan adalah nol.

Tetapi kelompok ini berisikan anggota tim yang terampil dan berpengalaman. Dan perjalanan selama sembilan hari yang mereka lakukan untuk melalui bagian sungai atas Karnali berhasil dilalui dengan sukses. Namun, bukan berarti tim tersebut tanpa kesalahan sama sekali. Pernah ada saat mereka kelelahan, dan kesalahan mulai menumpuk. Kayak salah satu anggota tim terlihat terjepit di sebuah batu dan harus ditarik untuk keluar dari jebakan. Untunglah anggota tim berhasil mencari cara untuk membebaskan kayak yang menempel di batu dan terendam ganasnya arus sungai.

“Hari kesembilan. Melayang turun ke bagian bawah. Ini merupakan sembilan hari yang sangat panjang. Hanya sampai di bagian yang mudah sekarang, tetapi sungai ini telah menghancurkan kami dalam banyak hal,” kata Serrasolses menjelang akhir film.

“Kami merasa lelah, tapi kami merasa sangat bersyukur dan senang memiliki kesempatan untuk datang ke tempat ini dan mendayung selama berhari-hari di sungai yang mengalir bebas,” lanjutnya.

Selama sembilan hari perjalanan pengarungan hulu sungai Karnali banyak bagian kayak yang rusak. Perbaikan harus secepatnya dilakukan dipinggir sungai, atau perjalanan ekspedisi akan dianggap gagal. (dok. explorerweb)

Membendung atau Tidak Terbendung

Namun, hal yang istimewa dari The Tears of Shiva adalah wawancara singkat yang dilakukan oleh ekspedisi ini dengan penduduk setempat di sepanjang perjalanan. Wawancara-wawancara ini menjelaskan dengan jelas bahwa sebuah bendungan pembangkit listrik tenaga air akan secara dramatis meningkatkan kehidupan orang-orang yang tinggal di dekat Karnali.

Di akhir film, ada sedikit resolusi. Seorang ahli menyarankan sebuah kompromi – membendung anak sungai Karnali yang berada di hulu dan bukannya sungai yang besar itu sendiri untuk mengurangi dampak yang lebih jauh ke hilir.

Apa yang akhirnya akan terjadi, tidak ada yang tahu. Tetapi satu hal yang pasti. The Tears of Shiva adalah sebuah film petualangan jadul yang meriah. Tak hanya menampilkan petualangan, dokumenter ini juga menampilkan polemik antara konservasi dan kebutuhan manusia yang kerap terjadi dibanyak sungai lainnya.  (Sulung Prasetyo)

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours