Views: 1321
Dalam waktu dua tahun, jumlah luasan salju di puncak Pegunungan Tengah Papua menurun hingga ratusan kilometer persegi.
Ratusan tahun lalu, Jan Carstensz melaporkan adanya lapisan salju di dataran tinggi Papua. Laporan itu kemudian dianggap mengada-ada. Laporan yang dibuat pada tahun 1623 itu baru terbukti benar setelah tiga ratus tahun kemudian. Saat ekspedisi pertama Belanda berhasil mencapai puncak salju Papua, di tahun 1899.
Dari kalangan masyarakat sekitar Pegunungan Tengah Papua sendiri, lapisan gunung salju itu merupakan daerah keramat. Ada legenda batu terlarang, bagi orang Dani dan Moni untuk keberadaan Pegunungan Tengah.
Menurut penjelasan Malama Waker, yang memimpin rombongan porter saat Ekspedisi Jurnalis Carstensz 2015 dilakukan pertengahan Agustus lalu, lintasan melewati Pegunungan Tengah sudah dilakukan orang Dani dan Moni, bahkan sebelum Belanda datang.
Banyak orang Dani yang tewas dalam perjalanan melintas Pegunungan Tengah yang masih penuh bersalju. Kebanyakan orang Dani yang tewas, kemudian ditinggalkan di goa-goa dekat dengan daerah berbatu khas Pegunungan Tengah.
Salju di Pegunungan Tengah Papua kemudian juga dijuluki sebagai es abadi. Karena tetap bertahan hingga saat ini. Padahal bila melihat kondisi alam dan kenyataan dilapangan, keberadaan es abadi di Pegunungan Tengah Papua sebenarnya terus menyusut, dan terancam menghilang.
Dalam pengamatan terakhir dilapangan, salju di wilayah gunung Carstensz Timur terlihat bergeser sekitar satu meter dari batas yang ditaruh beberapa waktu sebelumnya. Sementara saat menyisiri sedikit batas pinggir salju dengan tanah, lapisan es dibagian bawah gundukan salju terasa masih keras.
Sementara pada pengamatan lapisan es di kawasan Ngga Pulu, terlihat es menghasilkan kucuran deras dan menjadikan sebuah sungai kecil. Dibagian tengah lapisan salju, banyak danau-danau kecil tercipta. Sementara ada beberapa bagian menjadi celah jurang atau crevasse yang besar.
Selain itu kedua lapisan salju di dua puncak itu, juga terlihat memiliki lapisan kotoran seperti serbuk arang dipermukaan. Banyak yang mengasumsikan, serbuk arang itu berasal dari limbah Freeport. Namun asumsi tersebut masih harus dibuktikan kaitannya.
Di area gunung barat puncak Ngga Pulu, lapisan ujung salju dan tanah terlihat menciptakan goa-goa kecil. Lapisan batu karst dibawah salju teridentifikasi jelas. Bagian dalam goa yang beratap es, terlihat berwarna hijau. Pada bagian bawah terasa lembab, licin dan mengalirkan air yang menyebar.
Saat berjalan diatas es Ngga Pulu. Lapisan es seperti berada atas dua jenis. Bagian paling atas berbentuk seperti es serut, dan memenuhi seluruh lapisan es di gunung tersebut. Lapisan seperti es serut itu akan bertambah lunak, bila hari bertambah siang.
Dibagian bawah lapisan seperti es serut itu, terdapat jenis es keras. Bagian bawah itu sangat pasti untuk diinjak dengan sepatu yang menggunakan crampon. Namun terutama di daerah puncak tengah Ngga Pulu, kemiringan posisi salju terasa lebih curam. Sangat sulit mencapai bagian yang lebih tinggi, bila tak membawa perlengkapan mendaki gunung salju, seperti kapak es.
Jumlah luasan salju di Pegunungan Tengah Papua juga disinyalir terus berkurang. Pada laporan penelitian JL Kincaid dan AG Klein mengenai luasan salju Papua, terbukti adanya jumlah luasan yang terus berkurang. Kincaid dan Klein yang melakukan penelitian pada tahun 2003 melalui penilaian luasan melalui citra satelit, dan dikomparasi dengan laporan-laporan sebelumnya terlihat tren jumlah luasan salju Pegunungan Tengah yang makin sedikit.
Bukti paling terakhir adalah jumlah luasan yang berbeda, saat citra satelit diambil pada tahun berbeda antara 2000 dan 2002, namun pada hari dan bulan yang sama. Dari hasil perbandingan tersebut terbukti adanya penurunan jumlah luasan hingga ratusan kilometer persegi (km2). Pada tahun 2000 jumlah luasan salju mencapai 2.326 km2, namun pada tahun 2002 jumlah luasan menurun menjadi 2.152 km2.
Sementara pada pengamatan dilapangan, daerah salju yang sebelumnya ada, tahun 2015 ini sudah dapat dipastikan menghilang. Seperti area salju West Northwall Firn, dibagian barat laut, bila berada di basecamp Danau-Danau, sudah tak memiliki es lagi.
Bila mengamati dari titik tertinggi di Carstensz Pyramid, kawasan West Northwall Firn hanya tersisa sekelompok-sekelompok kecil lapisan salju. Sementara lapisan es keras, yang sebelumnya ada sepertinya sudah hilang mencair.
Kondisi serupa juga terjadi didaerah puncak Carstensz Pyramid yang terjal. Kehadiran es di Carstensz Pyramid hanya berbentuk gumpalan-gumpalan sebesar tangan di celah kecil.
“Salju di Carstensz Pyramid memang kondisinya lebih sedikit dibandingkan empat puncak yang lain,” menurut Ardhesir Yeffatebi, pendaki dari Wanadri yang pernah mendaki puncak Carstensz Pyramid lima kali.
Namun satu harapan baru muncul, saat hujan salju terjadi saat hari terakhir berada di lembah Danau-Danau. Hujan salju itu terasa menggigilkan badan saat tertidur malam. Ada rasa dingin yang berbeda. Pada tenda yang lain, bahkan lapisan es sampai menggantung-gantung dilapisan atas. Barang-barang yang tak sempat dilindungi di luar tenda, juga menjadi putih karena tertutup salju. Setelah dicaritahu suhu yang ada saat itu, tercatat temperatur memasuki angka satu derajat celcius. (sulung prasetyo)