Views: 8296
Lucu rasanya bila melihat satwa yang satu ini. Gerakannya lama sekali, dan cenderung bodoh sepertinya. Bagaimana tidak, binatang ini bisa berdiam sangat lama disebuah ranting pohon. Serta cenderung bodoh, karena bisa jadi dia hanya diam saja bila senter menyinari tubuhnya. Seperti tanpa ada niatan untuk melarikan diri.
Ya, binatang itu dikenal dengan nama Mentilin. Mirip dengan Tarsius, kalau sudah ada yang pernah melihat. Dengan tubuh kecil dan mata bulatnya, satwa ini memiliki banyak penggemar sebenarnya. Namun sayangnya area habitat Mentilin terus menghilang, karena digerus kebutuhan manusia. Kalau kondisi terus seperti itu, bukan tidak mungkin satwa yang gemar hidup malam ini akan segera punah juga dari muka bumi.
Mentilin dikenal dengan nama ilmiah Cephalopachus bancanus bancanus. Hidup satwa ini hanya berada di pulau Bangka Belitung dan sedikit tersebar di pulau Sumatera. Maka satwa ini disebut satwa endemik disana. Jadi wajar kalau pemerintah Bangka Belitung memajang gambar satwa ini sebagai logo pulau penghasil timah itu.
Keberadaan Mentilih di Bangka Belitung hingga penelitian tahun 2017 tercatat mencapai ribuan jumlah banyaknya. Populasinya ada di wilayah Zed, Kemuja, Paya Benua dan dan Petaling. Area Petaling menjadi lokasi paling banyak dihidupi oleh Mentilin. Ada setidaknya 1.078 Mentilin hidup di area Petalin. Sementara di area Zed, populasi Mentilin paling sedikit yaitu hanya sekitar 90 ekor. Sementara di Kemuja ada 296 ekor, dan di Paya Benua ada 348 ekor Mentilin.

Itu hitungan tahun 2017. Mungkin saat ini jumlah populasi itu makin terus merosot. Mengingat area habitat hidup Mentilin di berbagai daerah itu terus mengalami pengalihan lahan.
“Habitat Mentilin banyak berganti menjadi pertambangan, perkebunan, dan lahan area tempat tinggal manusia”, demikian ungkap Randi Syafutra, yang merupakan peneliti konservasi sumber daya alam dari Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung.
Randi mengungkapkan hal tersebut dalam acara Diskusi mengenai Mentilin, Si Mungil yang Aktif di Malam Hari, yang diadakan oleh Mongabay Indonesia melalui siaran di media sosial Instagram, Kamis, 17 Oktober 2024.
Kondisi itu menjadi miris adanya memang. Mengingat menurut Randi, memang kondisi saat ini Pulau Bangka dikenal penghasil timah terbesar di Indonesia. Namun seharusnya hal tersebut tidak membuat satwa seperti Mentilin harus terdampak keberadaannya.
Makin Punah
Pulau Bangka sendiri kini dikenal sebagai Pulau Seribu Kulong. Kulong sendiri merupakan penamaan dari masyarakat sekitar terhadap lubang-lubang peninggalan timah yang sudah tak terpakai. Saking banyaknya Kulong, menunjukan sekian banyaknya wilayah yang sebelumnya hutan disana telah teralihkan menjadi area pertambambangan. Akibat hutan yang hilang itu, membuat daerah hidup Mentilin juga menghilang.
“Padahal Mentilin ini berguna bagi kehidupan manusia. Salah satunya menjadi penyeimbang bagi kehadiran serangga di Bangka Belitung. Karena Mentilin suka makan serangga, maka bisa menjadi pengendali hama serangga yang menyerang perkebunan”, urai Randi lagi.
Menyadari situasi yang tidak menguntungkna tersebut, maka Randi menyarankan kepada pemerintah setempat dan masyarakat turut mencari solusi untuk pemecahan masalah tersebut. Salah satunya dengan membatasi pembabatan hutan yang menjadi area hidup Mentilin. Selain juga mengembangkan dan memberi subsidi pada hutan lahan petani yang mendukung kehidupn Mentilin, seperti hutan karet. Serta mengembangkan pariwisata berbasis ekoturisme, seperti pengamatan keberadaan satwa Mentilin pada malam hari, yang diharapkan bisa menjadi sumber pemasukan baru bagi pemerintah Bangka Belitung, ketimbang terus merusak alam dengan penambangan timah. (Sulung Prasetyo)
+ There are no comments
Add yours