rangkong indonesia

SATWA BERUMUR TERPANJANG ALAM NUSANTARA

Views: 7

Di suatu senja di Pulau Rote, air payau menggenang tenang, memantulkan bayangan matahari yang mulai turun ke ufuk barat. Di antara akar-akar bakau yang mencengkeram lumpur, seekor kura-kura leher ular menyembulkan kepalanya, lehernya yang panjang melengkung seperti tarikan garis pena di atas kertas. Di balik cangkangnya yang kokoh, ia telah menyaksikan puluhan musim berlalu, seperti seorang pertapa yang diam-diam menghafal setiap perubahan dunia.

Namun, seperti para penghuni waktu panjang lainnya, kura-kura ini tidak tahu bahwa usianya yang panjang tak menjamin kelangsungan hidupnya. Alam memberinya waktu berlimpah, tetapi manusia memberinya ancaman.

Pertapa yang Terancam

Di antara banyak kura-kura air tawar di dunia, Kura-Kura Leher Ular Rote (Chelodina mccordi) adalah satu yang istimewa. Panjang lehernya yang melebihi cangkang membuatnya terlihat seperti makhluk dari era lain, seakan-akan ia berasal dari dunia yang lebih tua. Umurnya bisa mencapai 60 tahun, sebanding dengan satu generasi manusia.

Namun, nasibnya di ujung tanduk. Para peneliti dari Asian Herpetological Research mencatat bahwa spesies ini telah menyusut drastis. Sejak ditemukan pertama kali, ia telah menjadi buruan dalam perdagangan ilegal. Leher panjangnya yang dulu membantunya bertahan kini justru menjadi tanda yang membuatnya mudah dikenali di pasar gelap.

Seorang ahli herpetologi dari IUCN, Dr. Peter Paul van Dijk, mengatakan, “Jika kita tidak bertindak sekarang, dalam beberapa dekade ke depan, kura-kura ini hanya akan tinggal cerita.”

Pulau Rote, tempat kura-kura ini berasal, semakin padat oleh manusia. Lahan-lahan berubah menjadi permukiman, dan perairan yang dulu bersih kini mulai tercemar. Kura-kura ini tak hanya harus melawan waktu, tetapi juga harus melawan perubahan yang terlalu cepat untuk diimbangi.

Umur Kura-Kura Leher Ular Rote (Chelodina mccordi) bisa mencapai 60 tahun, sebanding dengan satu generasi manusia. (photo: didsss/pexels)

Pengembara Abadi

Jauh di lautan, di bawah permukaan air yang biru, seekor pari manta melayang seperti kapal angkasa yang tak terikat oleh gravitasi. Dengan bentangan sayap selebar 7 meter, ia meluncur melewati karang-karang Raja Ampat, menyaring plankton dari arus yang deras.

Ia bisa hidup lebih dari 50 tahun, menjadikannya salah satu penghuni tertua di perairan tropis Indonesia. Namun, seperti kura-kura di Rote, waktu panjang yang diberikan alam padanya tak berarti apa-apa di hadapan keserakahan manusia.

“Pari manta tumbuh sangat lambat dan hanya melahirkan satu anak setiap beberapa tahun,” kata Dr. Andrea Marshall, ahli biologi kelautan. “Ini membuat mereka sangat rentan terhadap perburuan berlebihan.”

Di beberapa tempat, pari manta masih diburu untuk diambil insangnya, yang dijual sebagai bahan obat tradisional. Meskipun Indonesia telah melindunginya sejak 2014, laut tetap menjadi tempat yang penuh bahaya. Jaring nelayan, perahu wisata yang tak terkendali, dan sampah plastik yang mengambang telah menjebak banyak pari manta yang tak bersalah.

Mereka mungkin bisa hidup setengah abad, tetapi apakah mereka masih punya waktu sebanyak itu?

Penjaga Hutan yang Dilupakan

Di hutan Kalimantan, suara khas “wung wung wung” terdengar dari atas pepohonan. Seekor rangkong gading (Rhinoplax vigil) melintas, paruhnya yang besar menyilaukan di bawah sinar matahari. Burung ini bukan hanya pemanis hutan tropis, tetapi juga penjaganya.

Selama lebih dari 50 tahun, ia hidup dan berpindah dari satu pohon ke pohon lain, menyebarkan biji yang akan tumbuh menjadi raksasa hijau. Tanpa burung ini, regenerasi hutan bisa terhenti, menyebabkan kehancuran yang lebih luas.

Namun, Rangkong Gading kini diburu bukan karena daging atau bulunya, melainkan karena “gading” di atas paruhnya. Di pasar gelap, benda keras berwarna merah ini dihargai lebih tinggi daripada gading gajah.

Penelitian di jurnal Biological Conservation mencatat bahwa dalam satu dekade terakhir, populasi burung ini telah turun lebih dari 80%. Ahli ekologi Dr. Yokyok Hadiprakarsa mengingatkan bahwa tanpa rangkong, hutan Kalimantan bisa kehilangan kekuatan alaminya untuk memperbarui diri.

Di mana burung yang pernah menjaga hutan ini sekarang? Di dalam sangkar? Di rak-rak kolektor yang menganggapnya hanya benda pajangan?

Pari Manta bisa hidup lebih dari 50 tahun, menjadikannya salah satu penghuni tertua di perairan tropis Indonesia. (photo: matt waters/pexels)

Pengelana Berumur Panjang

Di Pantai Jamursba Medi, Papua, sebutir telur mulai retak. Seekor tukik kecil berjuang keluar dari cangkangnya, menggeliat di atas pasir yang masih hangat oleh sinar matahari sore. Dengan sekuat tenaga, ia merangkak menuju ombak, memulai perjalanan panjang yang bisa berlangsung lebih dari 100 tahun.

Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) adalah saksi bisu lautan yang terus berubah. Ia berenang ribuan kilometer, melintasi benua, lalu kembali ke pantai tempat ia dilahirkan untuk bertelur.

Namun, laut yang ia kenal dahulu tak lagi sama. Sampah plastik kini lebih banyak daripada ikan di beberapa tempat. Jaring nelayan menjadi jebakan yang tak bisa dihindari. Telurnya dicuri oleh manusia yang menganggapnya sebagai makanan lezat atau obat mujarab.

“Jika perubahan iklim terus meningkat, suhu pasir tempat mereka bertelur juga akan berubah,” kata Dr. Jeffrey Seminoff dari NOAA. “Ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah jantan dan betina, yang akan berdampak pada populasi penyu di masa depan.”

Satu abad adalah waktu yang lama. Tapi apakah penyu-penyu ini masih akan ada dalam seratus tahun ke depan?

Satwa-satwa ini telah hidup lebih lama dari kebanyakan makhluk lain di dunia, menjadi saksi dari zaman yang berubah. Namun, satu hal yang mereka tidak pernah siapkan adalah manusia.

Kita sering kagum pada makhluk yang hidup panjang, tetapi kita juga menjadi alasan mengapa hidup mereka bisa lebih pendek dari yang seharusnya.

Di hutan, di laut, di sungai yang mengalir dari gunung ke pantai, mereka masih ada. Tetapi pertanyaannya adalah sampai kapan? (Wage Erlangga)

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours