19 September 2024
Banyak orang yang semula tak percaya kalau ada orang yang meninggal lantaran terlalu sering berolahraga. Bagaimana mungkin seorang yang rajin berolahraga lari bisa tiba-tiba meninggal?

Views: 81

Mukanya terlihat memerah. Napas terengah-engah dan laju gerak makin melambat. Setelah berlari selama satu jam, semua jadi terasa berat. Langkah kaki jadi seperti ada yang batu yang mengganduli. Sementara dikelopak mata, seperti ada air yang mengambang.

Siapa manusia tak menganggap berlari adalah aktivitas yang berat? Hampir semua orang pasti setuju. Berlari rasa-rasanya hanya akan menyusahkan saja. Tak ada sedikitpun enak-enaknya dari aktivitas berlari.

Ketagihan

Tapi uniknya akhir-akhir ini, berlari seperti menjadi candu bagi orang-orang. Kelompok-kelompok pelari tumbuh subur, seperti jamur dimusim hujan. Lokasi-lokasi untuk berlari kini terus makin penuh. Sementara lomba-lomba lari juga hadir, bahkan terjadi hampir tiap akhir minggu diberbagai tempat.

“Awalnya sih iseng diajakin temen, lama-lama jadi ketagihan,” kata Novatra, gadis manis yang ditemui sedang jogging di stadion Soemantri Brodjonegoro, Jakarta.

Kata Novatra ada rasa yang makin lama, makin membuat tubuh jadi menagih lagi. Seperti ada ekstasi yang diperoleh, dan membuat ingin mengulang pengalaman itu lagi. Jadi meskipun terasa lelah saat awal-awal memulai lari, tapi lama kelamaan menjadi biasa, dan makin menjadi kebutuhan.

Sayangnya beberapa bulan kemudian, Novatra makin jarang ditemui berlari. Rupanya ia makin bosan hanya berlari berputar-putar di stadion. Kabarnya ia mencoba bereksplorasi dengan berlari di alam bebas.

Hutan gunung coba diterabasnya. Bahkan ia sudah mencoba berlari dengan tanpa menggunakan alas kaki. Alasannya ia ingin merasakan aroma alami yang ditawarkan tanah dan air, saat sedang berlari di alam.

“Rasanya benar berbeda dengan berlari di aspal. Berlari di alam seperti gunung atau hutan membutuhkan konsentrasi lebih tinggi, karena bisa saja terkena celaka seperti keseleo karena batuan tak rata, atau jatuh ke jurang,” kata Novatra lagi, setelah beberapa bulan tak bertemu sejak akhir 2014 lalu.

Beberapa bulan setelahnya menurut seorang teman dekatnya, Novatra bahkan sudah berlari untuk kompetisi. Ia mengikuti berbagai lomba lari, yang kini kerap digelar berbagai instansi. Tak peduli apapun konsep lomba lari yang diselenggarakan, ia tetap berlari untuk memenuhi hasratnya.

Jangan Mati

Hingga pada suatu saat, pada sebuah percakapan di telepon genggam, tersiar kabar kalau Novatra memutuskan tidak berlari lagi. Ia berhenti total sama sekali. Tak berlari dan sama sekali tak menolehkan kepala, saat melewati stadion atau saat para pelari melintas didepannya.

Usut punya usut, ia berhenti lantaran ada seorang seniornya yang meninggal lantaran terlalu tinggi intensitas berlari. Banyak orang yang semula tak percaya kalau ada orang yang meninggal lantaran terlalu sering berolahraga. Bagaimana mungkin seorang yang rajin berolahraga lari bisa tiba-tiba meninggal?

Namun pada kenyataan, memang hal tersebut bisa saja terjadi. Bahkan sebuah penelitian terbaru yang dipublikasi Jurnal Kesehatan Kardiologi Amerika Serikat, mengatakan terlalu banyak berolahraga ternyata mengakibatkan dampak tak baik terhadap tubuh.

Penelitian yang melibatkan 1.000 pelari selama periode 12 tahun tersebut menyatakan terlalu banyak berolahraga, justru akan membuat struktur dan organ tubuh harus bekerja lebih berat. Kerja jantung yang semula normal, akan berubah menyesuaikan tingkat latihan yang dilakukan. Ujungnya organ tubuh akan rusak, karena dipaksa menyesuaikan dengan tingkat latihan yang makin lama, makin berat.

“Olahraga lari terbaik ideal dilakukan hanya dengan kecepatan maksimal 8 kilometer per jam, dan tidak dilakukan lebih dari tiga kali selama seminggu, serta total olahraga hanya sebanyak 2,5 jam,” kata Jacob Louis Marott, dari Rumah Sakit Frederiksberg di Copenhagen.

Jadi kalau lebih dari waktu tersebut, atau kecepatan yang ditempuh saat berlari juga berlebih maka dapat dikatakan olahraga itu tak sehat. Dampaknya bisa berbagai macam, mulai dari cedera otot, hingga gangguan jantung. Dampak paling fatal, bisa mengakibatkan kelumpuhan atau bahkan kematian.

Kini tinggal pilih saja, mau olahraga teratur tapi sehat, atau terlalu memaksakan tubuh tapi malah menemui ajal. (sulung prasetyo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *