Views: 1
Nama gunung Hkakabo Razi beberapa waktu terakhir ini kembali bergaung di Indonesia. Pasalnya lima pendaki Indonesia, yang disponsori produsen peralatan luar ruang Eiger berniat mencapai gunung yang katanya memiliki puncak tertinggi di Asia Tenggara itu. Sebenarnya kenapa pula para pendaki kita ngotot ingin mendaki kesana?
Nama gunung Hkakabo Razi sudah saya dengar kisaran 15 tahun silam. Saat itu, pendaki senior Mapala UI, Adiseno menceritakan secara gamblang keberadaan gunung di negeri Myanmar itu.
Kata Adiseno, gunung itu pantas dijadikan target ekspedisi pendakian gunung bergengsi selanjutnya. Paska era pendakian gunung Seven Summits, yang mencakup tujuh puncak tertinggi di tujuh benua dunia, lunas dilakukan pendaki Indonesia.
Kenapa Hkakabo Razi? tanya saya waktu itu. Kenapa tidak ke K2, yang terkenal sebagai gunung tertinggi kedua di dunia dan paling kejam yang dituju? Atau ke 14 gunung tertinggi di Himalaya? Atau ke kutub utara dan selatan, sehingga menggenapi grandslam petualangan dunia.
Masalahnya bukan hanya puncak tertinggi, jawab Adiseno. Gunung Hkakabo Razi masih jarang yang mau memanjat, padahal ada di Asia Tenggara. Kawasan dimana Indonesia berada. Ada semacam tanggung jawab moral disana. Apalagi kalau tahu tinggi puncaknya masih menjadi kontroversi, bahkan sampai saat ini.
Kondisi Alam Keras
Kenapa menjadi kontroversi? Itu pertanyaan berikut yang patut dijelaskan dibagian berikutnya artikel ini. Namun sebelum melangkah ke bagian kontroversi, ada baiknya kita mengetahui dulu sejarah pendakian gunung Hkakabo Razi, yang berada di perbatasan Myanmar dengan India dan Cina itu.
Puluhan ekspedisi sudah digelar untuk mencapai puncak gunung Hkakabo Razi. Setelah dicoba berulang kali, ekspedisi pendakian ke puncak Hkakabo Razi baru berhasil pada perjalanan yang dilakukan tim Jepang, tahun 1996. Salah seorang pendaki Jepang, Takashi Ozaki yang kemudian dimaklumatkan sebagai pendaki pertama yang menjejak puncak Hkakaborazi.
Sampai sekarang, belum ada pendaki lagi yang mencapai puncak gunung itu. Kebanyakan tim-tim pendakian setelah ekspedisi Jepang, gagal mencapai puncak. Termasuk tim gabungan yang dibiayai produsen peralatan kegiatan alam bebas dan organisasi petualangan paling kesohor di dunia, The North Face-National Geographic tahun 2015.
Medan petualangan yang keras membuat banyak perjalanan ekspedisi mengalami kegagalan. Termasuk yang dialami tim The North Face-National Geographic. Dalam video perjalanan mereka yang bisa dilihat umum, terlihat hampir seluruh jenis transportasi udara dan darat harus dijalani sebelum mencapai desa terakhir.
Ujian tak berakhir di desa terakhir tersebut, karena ternyata minim tenaga pengangkut barang yang bersedia ikut. Walhasil sebagian besar logistik harus dibopong anggota tim. Melewati hutan tropis yang masih terhitung perawan, penuh dengan jebakan kondisi alam dan binatang. Bahkan terekam salah satu kaki anggota ekspedisi harus terluka cukup parah, lantaran bambu yang menancap secara tak sengaja.
Usai melewati hutan, baru masuk ke kawasan batas vegetasi. Biasanya diketinggian sekitar 4.000 mdpl. Sudah jarang tanaman dapat tumbuh di area tersebut. Suhu juga pasti sudah sangat dingin. Biasanya juga daerah tersebut mulai dipenuhi salju.
Perjalanan di daerah salju bukan perkara mudah. Terutama untuk pendaki Indonesia, yang hidup di daerah tropis. Sangat sedikit area untuk belajar mendaki di gunung salju di Indonesia, kecuali di daerah Pegunungan seperti Tengah Papua. Maka wajar bila peserta pendakian yang dipilih merupakan orang-orang yang memiliki pengalaman dalam urusan pendakian salju.
Seperti Sofyan Arif Fesa misalnya. Ia merupakan anggota tim pendakian Mahitala Universitas Parahyangan (Unpar) dalam menuntaskan Seven Summits dunia. Sementara Fandi Ahmad dari Mapala Universitas Indonesia (UI) sudah dikenal sebagai pendaki yang beberapa kali mencapai puncak tertinggi Indonesia, Carstensz Pyramid. Sisa anggota tim yang lain, seperti Nurhuda, Putri Handayani dan Fransisca Dimitri juga memiliki pengalaman mumpuni dalam pendakian gunung salju.
Kembali lagi ke kondisi alam yang berat. Diharapkan para pendaki tersebut bisa melewati berbagai rintangan yang ada. Sebelumnya akhirnya mulai menembus padang salju, menuju puncak Hkakabo Razi. Sebab masih banyak kemungkinan masalah yang harus dilakukan saat mendaki di salju. Seperti kemungkinan terperosok dalam crevasse atau jurang salju. Belum lagi masalah snowblind atau buta salju, yang kadang menimpa pendaki. Masih ada lagi yang lain, Hypoxia karena kekurangan oksigen dan Hypotermia karena turunnya suhu tubuh secara drastis juga menghantui. Semua itu harus bisa diatasi, bersamaan dengan teknik mendaki dan panjat tebing yang harus dilakukan.
Semua hal tersebut juga yang harus dihadapi semua ekspedisi ke Hkakabo Razi. Maka wajar banyak kegagalan terus terjadi paska ekspedisi The North Face-National Geographic. Bahkan beberapa ekspedisi ke Hkakaborazi lebih fatal kegagalannya. Seperti salah satu ekspedisi terakhir pada September 2014, membuat pendaki Myanmar bernama Aung Myint Myat dan Wai Yan Min Thu dianggap hilang tak tentu rimbanya.
Kontroversi
Menurut hitung-hitungan ilmu alam, tinggi gunung tersebut diperkirakan mencapai angka 5.881 meter diatas permukaan laut (mdpl). Berarti lebih dari puncak tertinggi di Indonesia, yaitu Carstensz Pyramid yang memiliki tinggi 4.884 mdpl.
Namun tinggi gunung Hkakabo Razi tersebut masih perkiraan melalui penghitungan dari kaki gunung. Angka ketinggian harus di cross check lagi, dengan alat pengukur ketinggian semacam altimeter, yang dibawa hingga ke puncak gunungnya. Tapi sayangnya, satu-satunya pendaki yang pernah ke puncak, Takashi Ozaki justru tak membawa alat pengukur untuk memastikan kebenaran titik ketinggian gunung itu. Disinyalir, Ozaki hanya berpegangan pada data peta yang dibuat Inggris, saat mengkoloni Burma (nama lain Myanmar) tahun 1925.
Upaya untuk memastikan ketinggian Hkakabo Razi terus dilakukan. Termasuk ekspedisi kerjasama yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Myanmar tahun 2013. Tepatnya pada bulan Oktober 2013 akhirnya ekspedisi itu mencapai puncak Gamlang Razi. Salah satu puncak lain yang diperkirakan lebih tinggi dari Hkakabo Razi. Namun angka pada pengukur ketinggian di tim tersebut menunjukan puncak Gamlang Razi memiliki ketinggian 5.870 mdpl. Berarti lebih rendah dari asumsi ketinggian Hkakabo Razi. Walau ketua ekspedisi AS-Myanmar tetap menyangkal Hkakabo Razi sebagai yang tertinggi di Asia Tenggara. Pasalnya, yaitu tadi, tak ada bukti melalui alat pengukur ketinggian yang dibawa pendaki ke puncak, yang memastikan kalau Hkakaborazi memang paling tertinggi.
Jadi wajar sebenarnya kalau masih ada pendaki-pendaki yang ngotot ingin ke Hkakabo Razi. Terutama bagi pendaki Indonesia, selain masalah tanggung jawab moral, pendakian ini juga memiliki prestise sebagai pembukti kebenaran titik tertinggi Asia Tenggara benarlah ada di Hkakabo Razi. (Sulung Prasetyo)
+ There are no comments
Add yours