us inhaler

Inhaler Meredakan Sesak Napas, namun Merusak Lingkungan

Views: 17

Sebuah studi terbaru yang diterbitkan di jurnal JAMA bulan Oktober 2025 mengungkap bahwa penggunaan inhaler di Amerika Serikat menghasilkan emisi gas rumah kaca yang setara dengan lebih dari setengah juta mobil berbahan bakar bensin setiap tahun. Temuan ini menyoroti sisi gelap dari perangkat medis yang selama ini dikenal sebagai penyelamat bagi penderita asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Menurut penelitian tersebut, pada tahun 2024 saja, emisi dari inhaler mencapai 2,3 juta ton metrik CO₂ ekuivalen, hampir sama dengan emisi tahunan sekitar 530.000 kendaraan penumpang. Dalam periode sepuluh tahun, total emisi dari inhaler di AS diperkirakan mencapai 24,9 juta ton metrik CO₂, dan jumlahnya meningkat hampir 25 persen sejak 2014.

Penulis utama studi, Dr. William B. Feldman, menjelaskan bahwa jenis metered-dose inhalers (MDI) menjadi penyumbang utama emisi karbon. Sekitar 98 persen emisi gas rumah kaca dari inhaler di AS berasal dari perangkat ini.

“Propelan dalam MDI, terutama hidrofluoroalkana (HFA), merupakan gas rumah kaca yang sangat kuat,” ujar Feldman. “Meskipun dosis obatnya kecil, efek pemanasan global dari gas ini sangat besar.”

Sebaliknya, inhaler jenis dry powder inhaler (DPI) dan soft-mist inhaler, yang tidak menggunakan gas pendorong kimia, menghasilkan emisi jauh lebih rendah.

Dari seluruh jenis inhaler, albuterol, budesonide-formoterol, dan fluticasone propionate tercatat sebagai penyumbang terbesar, mencapai sekitar 87 persen dari total emisi. Obat-obatan ini merupakan resep umum bagi penderita asma dan PPOK di berbagai negara.

Peneliti memperkirakan nilai ekonomi dari kerugian akibat emisi ini, yang disebut sebagai “biaya sosial karbon”, mencapai sekitar US$ 5,7 miliar selama satu dekade.

Sektor Kesehatan Jadi Kontributor Emisi

Hasil penelitian ini memperkuat temuan sebelumnya bahwa sektor kesehatan menjadi penyumbang signifikan terhadap krisis iklim. Di Amerika Serikat, sektor ini diperkirakan berkontribusi sekitar 8,5 persen dari total emisi gas rumah kaca nasional.

Meski inhaler hanya menyumbang sebagian kecil dari total tersebut, dampaknya menonjol karena kandungan HFC (hydrofluorocarbon) di dalamnya, gas yang termasuk dalam daftar pengurangan global berdasarkan Amandemen Kigali terhadap Protokol Montreal.

“Penelitian ini menunjukkan langkah sederhana namun berdampak besar yang bisa dilakukan sektor medis untuk mengurangi emisi,” kata Dr. Feldman lagi.

Meski para ahli menyerukan peralihan ke inhaler beremisi rendah, perubahan ini menghadapi beberapa kendala. Sebagian pasien, khususnya lansia atau penderita gangguan pernapasan berat, lebih terbiasa dengan MDI. Selain itu, biaya dan ketersediaan alternatif ramah lingkungan masih menjadi tantangan.

“Tanpa dorongan kebijakan, pasar tidak akan beralih cukup cepat,” tegas Feldman.

Baca juga:

Produsen Mulai Kembangkan Teknologi Baru

Sejumlah produsen farmasi kini sedang mengembangkan MDI dengan propelan berpotensi pemanasan global rendah (low-GWP) seperti hydrofluoroolefin (HFO), yang diklaim memiliki dampak iklim 90 persen lebih rendah dibandingkan HFA konvensional. Namun, adopsinya masih akan memerlukan waktu panjang karena proses regulasi yang ketat.

Di Eropa dan Inggris, sistem kesehatan seperti National Health Service (NHS) sudah menetapkan target pengurangan emisi inhaler hingga 50 persen pada tahun 2030.

Sementara di AS, Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) telah memulai langkah pengurangan HFC di berbagai sektor, dan data baru ini diharapkan dapat memperkuat dasar kebijakan untuk sektor medis.

Para penulis studi merekomendasikan agar asosiasi medis, perusahaan asuransi, dan lembaga pemerintah mempertimbangkan faktor lingkungan dalam panduan klinis serta sistem penggantian biaya obat. Mereka juga mengusulkan adanya label jejak karbon pada perangkat medis dan insentif untuk penggunaan inhaler rendah emisi.

“Jika pasien dan dokter memahami dampak lingkungan dari pilihan inhaler, mereka dapat beralih ke opsi yang lebih ramah tanpa mengorbankan efektivitas pengobatan,” ujar Feldman.

Dampak Global

Peneliti memperingatkan bahwa pola emisi serupa kemungkinan terjadi secara global, termasuk di Asia dan Eropa, di mana jutaan orang bergantung pada inhaler jenis MDI. Dengan nilai pasar mencapai lebih dari US$ 30 miliar per tahun, emisi dari perangkat medis ini diperkirakan akan terus meningkat tanpa kebijakan pengendalian yang jelas.

Negara-negara berkembang juga menghadapi tantangan tersendiri, terutama dari sisi biaya dan distribusi alat. Kerja sama internasional dianggap penting untuk memastikan transisi ke teknologi rendah emisi berjalan adil dan merata.

Para ahli menegaskan bahwa pasien tidak perlu mengubah pengobatan tanpa saran dokter, namun sistem kesehatan dapat mulai mengambil langkah untuk mengurangi dampak iklim dari perangkat medis.

“Mengurangi emisi dari inhaler adalah cara paling sederhana untuk menjadikan layanan kesehatan lebih berkelanjutan,” ujar Feldman. “Perubahan kecil bagi setiap pasien bisa berarti napas yang lebih lega bagi planet kita.” (Wage Erlangga)

Artikel Dari Penulis Yang Sama

himalaya mountaineering

Trekking di Himalaya Terbukti Bantu Pendaki Menemukan Arti Hidup

Amazon Bawah Laut Menolak Menyerah pada Panas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *