Views: 5

Di sebuah sudut laboratorium Universitas Cambridge, lahir sebuah inovasi yang bisa mengubah masa depan kita. Sebuah “daun” — bukan dari pohon, bukan dari tanah — tetapi dari tangan manusia. Daun buatan ini mampu melakukan sesuatu yang dahulu hanya bisa dilakukan oleh hutan: mengubah karbon dioksida menjadi bahan bakar bersih dengan bantuan cahaya matahari.

Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Virgil Andrei dari Universitas Cambridge, bekerja sama dengan tim dari Berkeley Lab di Amerika Serikat. Di tengah kecemasan dunia akan krisis iklim, proyek ini muncul seperti desir angin di tengah gurun: sunyi, tapi penuh janji.

“Tujuan kami bukan sekadar meniru fotosintesis,” ujar Dr. Andrei dalam wawancara yang dirilis SciTechDaily pada 5 April 2024. “Kami ingin melangkah lebih jauh — menghasilkan molekul kompleks yang bisa digunakan sebagai bahan bakar atau bahan kimia industri, langsung dari sinar matahari dan karbon dioksida.”

Bagaimana Cara Kerjanya?

Daun buatan ini bekerja dengan cara yang sederhana, namun mengagumkan. Panel kecil berbasis perovskit menangkap sinar matahari. Di belakangnya, katalis berbentuk nano-bunga dari tembaga bekerja keras, membelah molekul karbon dioksida yang terserap dari udara. Dari proses itu lahirlah etana dan etilena — senyawa penting dalam industri bahan bakar dan plastik.

Berbeda dari metode reduksi karbon konvensional yang hanya menghasilkan molekul karbon tunggal seperti karbon monoksida atau metana, struktur nano-bunga ini memungkinkan pembentukan ikatan karbon-ganda. Ini berarti produksi hidrokarbon bernilai lebih tinggi, langsung dari udara yang kita hirup.

“Fotosintesis alami masih jauh lebih kompleks dan efisien dalam membangun kehidupan,” ujar Profesor Peidong Yang dari Berkeley Lab, yang turut mengembangkan teknologi ini. “Tapi dengan rekayasa yang tepat, kita bisa menciptakan sistem artifisial yang tidak hanya meniru, tapi mempercepat sebagian proses itu untuk kebutuhan manusia.”

Mengapa Ini Penting?

Kita hidup di zaman ketika emisi karbon dari pembakaran bahan bakar fosil mengancam segala yang kita kenal: cuaca ekstrem, pencairan es kutub, kekeringan, banjir, dan keruntuhan ekosistem.
Upaya mengurangi emisi karbon menjadi prioritas global. Namun tantangan terbesarnya adalah bagaimana menyerap karbon yang sudah terlanjur memenuhi atmosfer — dan mengubahnya menjadi sesuatu yang berguna.

Di sinilah daun buatan ini menjadi relevan. Bukan hanya menyerap karbon seperti pohon, tapi juga menghasilkan energi terbarukan yang bisa menggantikan ketergantungan kita pada minyak bumi.

Seperti yang dikatakan Dr. Andrei, “Menciptakan bahan bakar langsung dari CO₂ artinya kita tidak hanya menahan laju kerusakan, tapi juga menawarkan alternatif yang lebih bersih.”

Tantangan dan Masa Depan

Meski menjanjikan, teknologi ini belum siap digunakan secara massal. Saat ini, daun buatan masih beroperasi dalam skala laboratorium dengan efisiensi terbatas. Butuh riset lebih lanjut agar sistem ini stabil dalam jangka panjang dan ekonomis dalam skala industri.

Tantangan terbesar adalah efisiensi konversi energi dan biaya produksi. Material seperti perovskit dan nano-tembaga masih tergolong mahal. Namun para ilmuwan optimistis, seiring perkembangan teknologi material dan nanoteknologi, harga bisa ditekan.

Selain itu, pertanyaan tentang penerapan global juga mencuat: di mana kita akan menempatkan daun-daun ini? Apakah di atap-atap gedung, ladang-ladang khusus, atau bahkan terapung di lautan?
Semua itu masih menjadi bahan diskusi para pakar. (Wage Erlangga)

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours