EFFENDY SOELEMAN : MENGGUGAH PEMUDA MENJELAJAH LAUTAN

Views: 2

Geraknya seperti sibuk mempersiapkan ini dan itu. Diatas sebuah perahu kecil bercadik, yang disebutnya Katir, lelaki itu mengambil sebuah tas kecil. Ia kemudian naik ke atas podium dan memberikan sambutan. Menteri Kelautan dan Perikanan kala itu, Freddy Numberi hanya tersenyum kecil ketika Effendy Soeleman, lelaki dengan kulit coklat itu memperlihatkan deretan giginya yang mulai tak rata.

Effendy Soeleman dikenal sebagai seorang pelayar ekspedisi ulung. Beberapa kegiatan perjalanannya telah menggugah semangat berpetualangan kalangan muda di laut. Awalnya menurut Effendy, yang pernah ditemui tahun 2005 silam mengatakan kalau ia terinspirasi oleh perjalanan petualangan yang pernah dilakukan almarhum Norman Edwin. Waktu itu Norman pergi berlayar ke Madagaskar dengan menggunakan kapal tradisional Indonesia. Terinspirasi oleh perjalanan tersebut, lelaki yang akrab dipanggil Pendy itu kemudian mencobanya di Indonesia.

Cadik Nusantara

Awalnya ia melakukan pelayaran tahun 1983. saat itu ia mendapatkan partner seorang lelaki asal Jepang bernama Yamamoto.  Berbekal pengalaman dengan Yamamoto, ia kemudian melakukan berbagai pelayaran ekspedisi. Seperti pada tahun 1988, ia mengarungi lautan Jakarta-Brunei Darussalam seorang diri. Perjalanan itu yang membuat namanya menjadi terkenal, karena perahunya yang dinamakan Cadik Nusantara kemudian menjadi simbol. Kisah perjalanan itu kemudian dibuat buku oleh penulis Hanna Rambe, yang kemudian diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan. Keterkaitan petualang tersebut dengan Sinar Harapan memang tak terpisahkan, mengingat ia juga pernah menjadi wartawan tabloid Mutiara, yang merupakan turunan dari Harian Sinar Harapan.

Tak selesai hanya disitu, tahun 1990 ia kembali mengulang keberhasilan sebelumnya. Dengan menggunakan perahu Cadik Nusantara II, ia mengarungi Jakarta – Bangka kembali dengan seorang diri.

Baca juga :

100 Tahun Tak Melihat Laut

Katir Nusantara

Akibat krisis moneter dan guncangan politik yang berkepanjangan, baru tahun 2005 ia bisa melakukan perjalanan ekspedisi lautan kembali. Kali ini ia menggunakan perahu yang disebut Katir.

Saat ditemui ketika akan memulai ekspedisi Katir Nusantara, Pendy mengatakan kalau perjalanan tersebut untuk membantu korban bencana tsunami di Aceh. Menurut rencana ia akan melintasi lautan Sumatera hingga ke Aceh, dan kemudian kembali ke Jakarta .

“Saya ingin menularkan semangat cinta bahari kepada anak-anak korban tsunami di Aceh,” kata Pendy kala itu.

Sayangnya ekspedisi Katir Nusantara mengalami kegagalan. Menurut informasi yang didapatkan setelahnya, perahu miliknya mengalami patah cadik di lautan Bangka karena badai. Sehingga ia harus meminggirkan kapal tersebut dan memperbaiki di Jakarta .

Namun semangatnya tak menyusut. Tahun 2012 lalu, kembali ia melakukan perjalanan ekspedisi dilautan. Kali ini tajuknya Katir Nusantara II. Perjalanan tersebut jelas untuk memenuhi ambisinya yang hilang pada ekspedisi sebelumnya.

Kali ini ekspedisi Katir Nusantara II, akan melintas lautan dari Sabang sampai Merauke. Dengan cara itu ia berharap bisa menjadi orang pertama yang mengitari lautan Indonesia dengan menggunakan perahu tradisional.

Syamsirwan, seorang dokumenter petualang yang kerap membantu Pendy menyatakan setidaknya perjalanan tersebut sudah pernah mencapai hingga Banda Aceh, ketika dengan tak sengaja bertemu dengannya disela perjalanan ekspedisi.

Syamsirwan juga yang kemudian mendukung Pendy, agar diangkat menjadi anggota kehormatan di organisasi Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI). Akhirnya pada tahun 2013 lalu ia resmi menjadi anggota kehormatan Mapala UI dengan nomor MK-874-UI.

Jukung Nusantara

Usai menjadi anggota kehormatan, semangat berpetualangnya tak pernah surut. Ia kembali menggelar perjalanan dengan tujuan Bali-Brunei Darussalam. Kali ini tidak dengan menggunakan perahu tradisional seperti cadik atau katir. Namun menggunakan perahu tradisional Jukung yang berasal dari Bali . Ekspedisi tersebut berhasil dengan sukses, dan ia kembali menginjakan kaki kembali di Brunei , seperti saat pertama kali ia melakukan perjalanan ekspedisi dulu.

Sayangnya penyakit jantung dan paru-paru basah kemudian merenggut nyawanya. Sekitar pukul 23.15 WIB, hari Kamis (10/7/2014) ia menghembuskan nafas terakhir dalam usia 63 tahun. Dengan disaksikan keluarga dan sahabatnya, Pendy meninggalkan seorang istri, Gustianingsih (25), dan seorang anak laki-laki, Mala Soleman (6) untuk kembali ke pangkuan yang memilikinya.

Beberapa sahabat di Mapala UI menyatakan kalau kematian tersebut, hanya melanjutkan keinginannya untuk berlayar menuju keabadian di sorga-Nya. (sulung prasetyo)

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours