Views: 15
Jakarta – Savana yang mengering setelah terkena embun upas disinyalir makin memperparah kondisi kebakaran hutan yang hingga Minggu (20/8/2023) masih terjadi di gunung Semeru, JawaTimur. Masyarakat disekitar gunung tersebut masih terus diminta waspada. Sementara lokasi kebakaran disebut sudah bisa dilokalisir.
“Penyebab kebakaran dan luas area terbakar masih dalam proses identifikasi. Pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) menghimbau semua pihak untuk berhati-hati dan tidak membuat api disekitar Kawasan TNBTS mengingat saat ini kondisi cuaca sangat kering dampak dari musim kemarau dan sebagian savana mengering akibat frost atau embun upas beberapa waktu lalu”, urai Kepala Bagian Tata Usaha TNBTS, Septi Eka Wardani.
Informasi terakhir berdasarkan data yang ada hingga 18 Agustus 2023 terpantau terdapat beberapa titik api dikawasan TNBTS. Titik api TNBTS tersebut berada di lokasi blok Oro-Oro Ombo, dan dibawah puncak gunung Semeru. Vegetasi yang terbakar diperkirakan berupa alang-alang, semak, serasah, dan sebagian pohon cemara gunung.
Turut diinformasikan juga petugas TNBTS dibantu Masyarakat Peduli Api (MPA) desa Ranupani, Desa Ngadas dan Desa Argosari, Bersama TNI Koramil Senduro dan Polri Polsek Senduro telah berada dilokasi untuk melakukan pemadaman. Pada tanggal 19 Agustus 2023, petugas gabungan membuat batas api dan berhasil melokalisir api untuk mencegah api merembet ke Pangonan Cilik Ranu Kumbolo. Saat ini petugas masih berada di lokasi untuk melakukan pendinginan dan memastikan api telah padam di Oro-Oro Ombo, serta melakukan ground check dan pemadaman di lokasi sekitar Jambangan dan Keling. Direncanakan pada hari Minggu, 20 Agustus 2023 akan dikirimkan tim kedua untuk memperkuat tim sebelumnya dalam melakukan pengendalian.
Embun Upas
Sebelumnya diketahui menurut Kepala Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Sutikno, mengatakan secara meteorologi, fenomena frost atau embun beku berbeda dengan salju yang terbentuk sebagai partikel presipatasi di atmosfer, embun beku merupakan fenomena munculnya butiran es di permukaan. Embun beku itu masyarakat lebih mengenal fenomena tersebut sebagai embun upas.
Ia mengatakan, secara klimatologis tekanan udara pada periode Juni-Juli-Agustus (JJA) lebih tinggi di Benua Australia (tekanan tinggi) dibandingkan Benua Asia (tekanan rendah). Angin yang berhembus dari Australia menuju Asia melewati Indonesia umumnya menandai dimulainya periode musim kemarau seiring dengan aktifnya monsun Australia.
Pada musim kemarau, tutupan awan sangat minimum, sehingga tidak heran jika pada siang hari, matahari akan terasa sangat terik diiringi dengan peningkatan suhu udara. Hal tersebut, karena tidak ada objek di langit yang menghalau sinar matahari, sehingga penyinaran matahari yang notabene merupakan gelombang pendek menjadi maksimum pada siang hari.
“Sama halnya dengan siang hari, radiasi yang dipancarkan balik oleh permukaan bumi pada malam hari juga optimum, karena langit bebas dari tutupan awan. Pancaran radiasi gelombang panjang dari bumi ini diiringi dengan penurunan suhu yang signifikan pada malam hari, dan mencapai puncaknya pada saat sebelum matahari terbit,” jelasnya. (Sulung Prasetyo)
+ There are no comments
Add yours