Views: 9
Jakarta, kota metropolitan yang sibuk, terus berjuang melawan ancaman yang semakin nyata, kenaikan permukaan laut. Dengan letak geografis yang sebagian besar berada di bawah permukaan laut dan tingkat penurunan tanah yang tinggi akibat eksploitasi air tanah, Jakarta menghadapi ancaman tenggelam yang serius. Salah satu solusi yang diusulkan adalah pembangunan Giant Sea Wall, sebuah proyek raksasa yang bertujuan melindungi ibu kota dari bencana banjir akibat pasang laut dan perubahan iklim global.
Sebuah Tanggul Raksasa untuk Masa Depan
Giant Sea Wall Jakarta, atau yang dikenal sebagai National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), merupakan proyek infrastruktur besar yang dirancang untuk melindungi garis pantai utara Jakarta. Konsep ini pertama kali muncul pada awal 2000-an, dan kini menjadi semakin mendesak seiring dengan meningkatnya frekuensi banjir rob yang melanda kawasan pesisir Jakarta.
Pada Kamis, 20 Maret 2025, Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), untuk memulai pembangunan tanggul laut raksasa sepanjang 700 kilometer di pesisir utara Jawa, membentang dari Banten hingga Gresik. Presiden menekankan bahwa proyek ini penting untuk melindungi wilayah tersebut dari ancaman banjir rob dan penurunan tanah.
Tanggul ini tidak hanya berfungsi sebagai penghalang fisik dari masuknya air laut, tetapi juga sebagai upaya untuk menciptakan sistem pengelolaan air yang lebih efektif. Selain itu, proyek ini dirancang untuk mencakup pembangunan pulau reklamasi yang dapat dimanfaatkan sebagai pusat bisnis dan permukiman.
Menghadapi Ancaman Kenaikan Permukaan Laut Global
Para ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa kenaikan permukaan laut akibat perubahan iklim dapat mengancam banyak kota pesisir di dunia, termasuk Jakarta. Menurut laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), permukaan laut global diperkirakan naik antara 26 hingga 82 centimeter (cm) pada akhir abad ini. Namun, untuk Jakarta, dampaknya bisa lebih cepat terasa akibat penurunan tanah yang mencapai 10-25 cm per tahun di beberapa area.
Tanpa perlindungan yang memadai, beberapa wilayah di Jakarta Utara, seperti Muara Baru, Pluit, dan Ancol, berisiko mengalami banjir permanen dalam beberapa dekade ke depan. Giant Sea Wall diharapkan dapat mengurangi risiko ini dengan membatasi intrusi air laut dan mempertahankan stabilitas wilayah pesisir.
Tantangan dan Kritik
Meski terdengar menjanjikan, proyek ini tidak lepas dari kontroversi. Beberapa pakar lingkungan menyoroti potensi dampak ekologis dari pembangunan tanggul raksasa ini. Perubahan ekosistem pesisir, berkurangnya biodiversitas laut, serta dampak sosial terhadap nelayan lokal menjadi perhatian utama.
“Giant Sea Wall bisa jadi solusi jangka pendek untuk mengatasi banjir rob, tetapi kita juga harus memikirkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat pesisir,” kata Dr. Heri Andreas, pakar geodesi dari Institut Teknologi Bandung. Ia menekankan pentingnya solusi yang lebih berkelanjutan, seperti pengurangan eksploitasi air tanah dan peningkatan sistem drainase alami.
Selain itu, biaya proyek yang sangat besar juga menjadi pertimbangan. Dengan estimasi anggaran mencapai miliaran dolar, banyak pihak mempertanyakan efektivitasnya dalam jangka panjang. Sebagian pakar menilai bahwa investasi dalam peningkatan infrastruktur drainase dan pengelolaan air tanah bisa menjadi alternatif yang lebih efisien dibandingkan pembangunan tanggul raksasa.

Apa yang Bisa Dipelajari dari Negara Lain?
Beberapa kota di dunia telah membangun sistem serupa untuk menghadapi ancaman kenaikan permukaan laut. Misalnya, Belanda dengan proyek Delta Works dan tanggul Maeslantkering, yang berhasil melindungi wilayahnya dari ancaman banjir laut. Kota-kota lain seperti New Orleans dan Tokyo juga telah mengadopsi strategi pengelolaan banjir yang menggabungkan infrastruktur keras dan solusi berbasis alam.
Pelajaran utama yang dapat diambil dari pengalaman negara-negara tersebut adalah perlunya kombinasi antara pembangunan infrastruktur besar dengan strategi adaptasi lingkungan yang berkelanjutan. Mengandalkan tanggul saja tidak cukup, pengelolaan air tanah, restorasi lahan basah, dan peningkatan kesadaran masyarakat juga menjadi faktor penting dalam menjaga ketahanan kota terhadap perubahan iklim.
Giant Sea Wall Jakarta bisa menjadi langkah awal dalam melindungi ibu kota dari ancaman tenggelam, tetapi ini bukan satu-satunya solusi. Upaya mitigasi lain, seperti pengurangan eksploitasi air tanah, penanaman hutan mangrove, serta pembangunan infrastruktur hijau, harus menjadi bagian dari strategi jangka panjang.
Jika tidak ada tindakan nyata, Jakarta berisiko menghadapi bencana yang lebih besar di masa depan. Sebuah dinding raksasa mungkin bisa menahan air untuk sementara, tetapi tanpa pengelolaan yang bijak, air akan selalu menemukan jalannya. (Sulung Prasetyo)
+ There are no comments
Add yours