Views: 22
Permintaan kendaraan rekreasi (RV) di Amerika Serikat diduga kuat menjadi pemicu deforestasi di Kalimantan. Demikian dilaporkan lembaga swadaya masyarakat (NGO) internasional Earthsight dan Auriga Nusantara, September 2025.
Laporan tersebut mengungkap bahwa industri RV di AS kini menjadi salah satu konsumen terbesar kayu tropis dunia. Kayu jenis “lauan” asal Indonesia banyak digunakan untuk lantai, dinding, dan langit-langit kendaraan rekreasi merek besar seperti Jayco, Winnebago, dan Forest River.
Direktur Earthsight, Sam Lawson, menyebut temuan ini ironis. “Penggemar RV yang mencintai alam pasti terkejut mengetahui bahwa hobi mereka justru berisiko menghancurkan hutan hujan,” ujarnya.
Lawson mendesak perusahaan RV Amerika untuk segera menerapkan standar keberlanjutan minimum sebagaimana telah dilakukan banyak korporasi besar lainnya.

Dampak pada Hutan Kalimantan
Indonesia diketahui memiliki tingkat deforestasi yang tinggi akibat pertambangan, perkebunan, serta penebangan kayu. Laporan Earthsight dan Auriga menyebut sebagian besar habitat orangutan dan satwa langka lainnya di Kalimantan telah beralih fungsi menjadi perkebunan kayu cepat tumbuh.
Kalimantan merupakan habitat bagi spesies endemik dan terancam punah, termasuk orangutan, monyet hidung panjang, macan dahan, monyet ekor babi, kelelawar buah, hingga badak terkecil di dunia. Hilangnya hutan dinilai memperburuk ancaman kepunahan satwa tersebut.
Rantai Pasok Kayu
Investigasi menemukan perusahaan kayu lapis Indonesia, PT Kayu Lapis Asli Murni, mengekspor sekitar setengah produksinya ke AS pada 2024. Kayu tersebut dipasok melalui MJB Wood dan Tumac Lumber, dua importir besar di Amerika.
MJB Wood disebut sebagai pemasok utama kayu lauan ke Jayco, sementara Tumac Lumber menyuplai Patrick Industries, produsen komponen untuk merek Thor Industries, Forest River, dan Winnebago. Berdasarkan temuan ini, NGO menyimpulkan kayu tropis dari Indonesia hampir pasti masuk dalam rantai pasok industri RV AS.
Hingga laporan ini diterbitkan, perusahaan-perusahaan RV yang disebut dalam investigasi belum memberikan tanggapan resmi. Kementerian Kehutanan Republik Indonesia juga belum merespons permintaan komentar dari media terkait temuan tersebut. (Wage Erlangga)





