MENEMBUS BATAS BERBINCANG DENGAN SATWA

Views: 17

Manusia telah lama terobsesi dengan ide berbicara dengan binatang. Dari legenda Nabi Sulaiman yang bisa memahami bahasa semua makhluk, hingga film-film Hollywood tentang dokter yang bisa berbicara dengan anjing dan burung beo. Tapi di dunia nyata, komunikasi antar spesies ini tidak sesederhana yang kita bayangkan.

Profesor Nicholas Epley dari University of Chicago pernah berkata bahwa kebiasaan kita berbicara dengan hewan adalah bentuk antropomorfisme, atau upaya manusia memberikan sifat manusiawi pada sesuatu yang bukan manusia. Menurutnya, ini bukan tanda kebodohan, melainkan kecerdasan sosial kita yang tinggi.

Suara Menjadi Bahasa

Namun, beberapa hewan memang bisa memahami manusia lebih dari yang kita kira.

Anjing, misalnya, telah berevolusi bersama manusia selama ribuan tahun. Mereka tidak hanya memahami kata-kata, tetapi juga nada suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh kita. Sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Science menemukan bahwa anjing memproses kata-kata di belahan otak kiri mereka, sementara intonasi diproses di otak kanan—mirip dengan cara manusia memahami bahasa. Itu sebabnya, saat kita berkata “Anjing baik!” dengan suara penuh kasih sayang, mereka menggoyangkan ekor dengan gembira. Tapi jika kita mengatakan kalimat yang sama dengan nada datar, mereka akan kebingungan.

Di dunia burung, beo dan burung gagak adalah dua spesies yang paling cerdas dalam meniru suara manusia. Tetapi menurut Profesor Con Slobodchikoff, ahli biologi yang meneliti bahasa hewan, kemampuan burung ini bukan sekadar meniru. Burung-burung ini mampu menggunakan kata-kata dalam konteks yang benar. Slobodchikoff bahkan mendirikan perusahaan bernama Zoolingua, yang mencoba mengembangkan alat untuk menerjemahkan vokalisasi hewan peliharaan ke dalam bahasa manusia.

Lalu ada lumba-lumba, mamalia laut yang terkenal dengan kecerdasan luar biasa. Para ilmuwan di Cetacean Translation Initiative (CETI) telah lama berusaha memahami pola suara yang mereka hasilkan. Lumba-lumba memiliki sistem komunikasi yang kompleks, dengan siulan unik yang berfungsi seperti “nama” bagi setiap individu. Mereka bisa memanggil satu sama lain, bahkan meniru siulan teman mereka untuk menarik perhatian. Jika penelitian ini terus berkembang, mungkin suatu hari nanti kita bisa benar-benar “berbicara” dengan lumba-lumba menggunakan teknologi kecerdasan buatan.

Lumba-lumba memiliki sistem komunikasi yang kompleks, dengan siulan unik yang berfungsi seperti “nama” bagi setiap individu. (photo: pexels/daniel toborekov)

Animal Communicator

Tapi, apakah hanya hewan yang memahami bahasa kita? Bagaimana jika kita yang harus belajar memahami bahasa mereka?

Tentu saja, ada juga orang yang percaya bahwa komunikasi dengan hewan bisa terjadi di tingkat yang lebih dalam—bukan hanya melalui suara atau bahasa tubuh, tapi melalui perasaan dan energi. Para animal communicator mengklaim bahwa mereka bisa membaca pikiran hewan dan memahami keinginan mereka tanpa kata-kata.

Di dunia akademik, metode ini masih dianggap kontroversial, tetapi penelitian dari Universitas Multimedia Nusantara menunjukkan bahwa banyak pemilik hewan peliharaan lebih percaya pada animal communicator daripada dokter hewan dalam memahami emosi hewan mereka. Mungkin ini hanya efek psikologis, atau mungkin memang ada sesuatu yang belum bisa dijelaskan oleh sains.

Satu hal yang pasti, semakin kita memahami bagaimana hewan berkomunikasi, semakin besar peluang kita untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan mereka. Di banyak tempat, pemahaman ini telah membantu meningkatkan kesejahteraan hewan. Penelitian dari Animal Defenders Indonesia menemukan bahwa manusia yang memahami ekspresi emosi hewan lebih cenderung memperlakukan mereka dengan baik, dibandingkan mereka yang menganggap hewan sebagai makhluk tanpa perasaan. (Sulung Prasetyo)

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours