Views: 15
Masalah sampah di Indonesia, terutama sampah plastik, tidak bisa dilepaskan dari peran perusahaan besar. Studi terbaru dari Sungai Watch menunjukkan bahwa merek-merek besar seperti Aqua dan Wings menjadi kontributor utama sampah plastik di sungai-sungai Bali dan Banyuwangi. Plastik dari kemasan produk mereka ditemukan mencemari perairan dan menyebabkan dampak lingkungan yang serius.
Menurut Gary Bencheghib, pendiri Sungai Watch, “Kami menemukan ribuan sampah plastik dari merek-merek besar di sungai setiap hari. Ini menunjukkan bahwa produsen harus bertanggung jawab atas limbah yang mereka hasilkan.”
Gary juga menyatakan bahwa laporan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemerintah tentang banyaknya sampah yang mencemari lingkungan, serta mendesak produsen untuk bertanggung jawab. Menurutnya sebagian besar gelas dan botol plastik berakhir di sungai, pantai, dan hutan mangrove, dan menekankan perlunya perubahan nyata dari produsen untuk mengatasi masalah ini.
Menanggapi temuan ini, perwakilan dari Danone Aqua menyatakan keterbukaan untuk berdiskusi dengan berbagai pihak guna mengatasi masalah sampah, khususnya di sungai. Sementara itu, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari Wings terkait temuan tersebut.

Tanggung Jawab Siapa?
Para peneliti dan pengamat lingkungan menekankan pentingnya tanggung jawab produsen dalam pengelolaan limbah plastik. Kebijakan seperti penggunaan plastik sekali pakai dalam kemasan produk menjadi salah satu penyebab utama sulitnya mengelola limbah ini. Yuyun Ismawati, seorang ahli lingkungan dari Nexus3 Foundation, menyatakan, “Perusahaan besar harus lebih transparan dalam upaya mereka mengurangi plastik sekali pakai dan berinvestasi dalam sistem pengelolaan limbah yang lebih berkelanjutan.”
Selain itu, fakta bahwa Indonesia adalah salah satu penyumbang sampah plastik terbesar ke lautan juga memperparah krisis ini. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), lebih dari 3 juta ton sampah plastik dihasilkan setiap tahun, dan sebagian besar tidak dikelola dengan baik. Sampah plastik yang tidak terkelola ini akhirnya mencemari sungai dan laut, mengancam ekosistem perairan serta kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya laut.
Selain Sungai Watch, berbagai organisasi lingkungan di Indonesia juga telah mengangkat isu ini. Greenpeace Indonesia, misalnya, telah berkampanye secara aktif agar perusahaan besar mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Mereka menyoroti bahwa banyak perusahaan multinasional masih menggunakan kemasan plastik yang sulit terurai, meskipun sudah ada alternatif ramah lingkungan yang bisa digunakan.

Dampak Sampah Tak Terkelola
Dari perspektif ekonomi, pengelolaan sampah yang buruk juga berdampak pada sektor pariwisata, terutama di Bali yang sangat bergantung pada wisatawan. Sampah plastik yang mencemari pantai dan perairan membuat citra Bali sebagai destinasi wisata unggulan menjadi tercoreng. Banyak wisatawan yang mengeluhkan kondisi pantai yang penuh dengan sampah, sehingga dapat mengurangi jumlah kunjungan wisata ke Pulau Dewata.
Salah satu solusi yang diusulkan oleh para aktivis lingkungan adalah penerapan extended producer responsibility (EPR) atau tanggung jawab produsen yang diperluas. Skema ini mengharuskan produsen untuk ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan sampah dari produk yang mereka hasilkan, baik dengan mendaur ulang kemasan yang digunakan maupun mendukung inisiatif pengelolaan sampah berbasis komunitas. Beberapa negara seperti Jerman dan Kanada telah sukses menerapkan sistem ini, sehingga Indonesia juga bisa belajar dari pengalaman mereka.
Di sisi lain, pemerintah Indonesia juga telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satunya adalah peraturan yang melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di beberapa daerah, termasuk di Bali dan Jakarta. Namun, langkah ini masih belum cukup jika tidak ada perubahan dari perusahaan yang memproduksi kemasan plastik dalam jumlah besar.
Saat ini, tantangan terbesar adalah bagaimana mengubah pola pikir masyarakat dan perusahaan agar lebih peduli terhadap dampak sampah plastik. Pendidikan dan kampanye lingkungan yang berkelanjutan menjadi kunci untuk menciptakan perubahan jangka panjang. Selain itu, kebijakan yang lebih tegas dan insentif bagi perusahaan yang menggunakan kemasan ramah lingkungan juga bisa menjadi solusi.
Keterlibatan aktif dan kolaborasi antara produsen, pemerintah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menemukan solusi efektif dalam mengurangi pencemaran plastik di Indonesia. Jika perusahaan besar tetap mengabaikan tanggung jawab mereka, masalah sampah plastik ini akan terus memburuk dan memberikan dampak negatif yang semakin luas, baik bagi lingkungan maupun ekonomi negara. (Sulung Prasetyo)
+ There are no comments
Add yours