Views: 4
Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) akhirnya mengakui secara resmi adanya empat spesies jerapah yang berbeda. Menjadi sebuah keputusan bersejarah yang mengakhiri pandangan berusia lebih dari dua setengah abad, bahwa hewan ikonik Afrika ini hanya terdiri dari satu spesies.
Dalam pengumuman yang disampaikan pekan akhir Agustus 2025, IUCN melalui kelompok spesialis Giraffe and Okapi Specialist Group (GOSG) menetapkan bahwa jerapah terbagi menjadi empat spesies. Keempat spesies tersebut merupakan Jerapah Masai, Jerapah Utara, Jerapah Retikulat, dan Jerapah Selatan. Keputusan ini diambil setelah lebih dari sepuluh tahun penelitian genetik dan morfologis. Dalam penelitian tersebut menunjukkan perbedaan signifikan di antara masing-masing kelompok.
Bukti Genetik dan Morfologi
Temuan utama datang dari riset bersama Senckenberg Biodiversity and Climate Research Centre di Jerman dan Giraffe Conservation Foundation (GCF). Analisis DNA menunjukkan bahwa keempat spesies jerapah berbeda secara genetik. Tingkat perbedaan setara dengan jarak genetik antara beruang kutub dan beruang cokelat.
Selain itu, penelitian morfologi terhadap tengkorak dan tanduk jerapah (ossicone) memperkuat bukti genetik. Setiap spesies memiliki bentuk dan ciri tulang kepala yang konsisten berbeda, sehingga tidak lagi dapat dipandang sebagai variasi dalam satu spesies tunggal.
“Pengakuan resmi ini merupakan lompatan besar bagi konservasi jerapah. Dengan pemisahan taksonomi yang jelas, kita dapat mengembangkan strategi perlindungan yang lebih spesifik dan efektif,” kata Dr. Julian Fennessy, Direktur GCF.
Populasi yang Terancam
Pengklasifikasian baru ini juga membawa konsekuensi besar bagi konservasi. Sebelumnya, populasi jerapah secara keseluruhan diperkirakan sekitar 140.000 ekor di Afrika. Tetapi angka ini menutupi perbedaan kondisi masing-masing kelompok.
Menurut data terbaru:
- Jerapah Utara menjadi yang paling terancam dengan populasi hanya sekitar 7.000 individu. Spesies ini menghadapi ancaman serius akibat konflik bersenjata, ketidakstabilan politik, serta perburuan liar di Afrika Tengah.
- Jerapah Masai yang hidup di Kenya dan Tanzania berjumlah sekitar 44.000 ekor, namun habitatnya semakin terfragmentasi akibat perluasan lahan pertanian dan pembangunan.
- Jerapah Retikulat, dikenal dengan pola kotak-kotak tegas pada tubuhnya, tersisa sekitar 21.000 ekor. Mereka juga mengalami penurunan akibat hilangnya padang rumput alami.
- Jerapah Selatan menjadi kelompok terbesar dengan sekitar 69.000 ekor, sebagian besar berada di kawasan konservasi Namibia, Afrika Selatan, dan Botswana.
Secara keseluruhan, populasi jerapah telah menurun sekitar 30 persen dalam tiga dekade terakhir. Penurunan ini sering disebut sebagai “kepunahan sunyi” karena terjadi tanpa banyak perhatian dunia. Berbeda dengan gajah atau badak yang lebih sering mendapat sorotan media.

Implikasi untuk Konservasi
Dengan pengakuan empat spesies, IUCN akan melakukan penilaian ulang status konservasi masing-masing dalam Daftar Merah (Red List). Artinya, ancaman terhadap Jerapah Utara yang lebih kritis akan tercatat secara spesifik, bukan lagi tertutupi dalam data populasi gabungan.
“Langkah ini akan memastikan upaya konservasi yang lebih adil. Setiap spesies punya risiko berbeda, sehingga strategi penyelamatannya pun harus berbeda,” ujar Anne Innis Dagg, peneliti jerapah senior yang terlibat dalam kajian.
GCF menekankan bahwa kebijakan konservasi berbasis bukti ilmiah ini akan membuka peluang lebih besar bagi penggalangan dana, penyusunan rencana aksi lokal, hingga penetapan kawasan lindung baru.
Reaksi Dunia
Pengumuman IUCN ini disambut sebagai tonggak sejarah. Beberapa media internasional menyebutnya sebagai “revolusi ilmiah” dalam memahami keanekaragaman satwa Afrika. El País, surat kabar Spanyol, menulis bahwa perubahan klasifikasi ini “menghancurkan mitos lama tentang jerapah tunggal” dan menegaskan perlunya perhatian global yang lebih serius.
Sementara Associated Press menyoroti fakta bahwa jerapah, salah satu simbol satwa Afrika, justru sedang menghadapi ancaman kepunahan senyap.
Seruan Mendesak
Konservasionis kini menuntut tindakan cepat dari pemerintah Afrika dan komunitas internasional. Ancaman perburuan, hilangnya habitat, serta konflik manusia-satwa disebut sebagai faktor utama yang bisa memperparah penurunan populasi dalam waktu dekat.
“Jika kita tidak bertindak sekarang, generasi mendatang mungkin hanya akan mengenal jerapah dari buku atau dokumenter. Keputusan IUCN harus menjadi titik balik,” tegas Fennessy.
Dengan status baru ini, jerapah tidak lagi dipandang sebagai satu kelompok homogen, melainkan empat spesies yang masing-masing memiliki tantangan unik. Bagi dunia konservasi, pengakuan ini berarti prioritas perlindungan harus segera disesuaikan, sebelum terlambat. (Wage Erlangga)





