Views: 5
Kini sudah ada trend baru bernama hellowen hijau. Helloween yang tidak lagi hanya tentang labu, permen, dan kostum menakutkan. Bagi generasi muda, terutama milenial dan Gen Z, perayaan ini kini menjadi ajang untuk menunjukkan kepedulian terhadap lingkungan. Berdasarkan laporan terbaru dari NielsenIQ (2025) berjudul “Halloween 2025: Adapting to a Season of Frugality and Flexibility”, perilaku konsumen muda berubah secara signifikan: mereka tetap ingin bersenang-senang, tetapi dengan cara yang lebih sadar lingkungan dan hemat.
Dalam beberapa tahun terakhir, Gen Z dikenal sebagai kelompok yang paling vokal dalam isu keberlanjutan. Mereka hidup di tengah perubahan iklim yang nyata — dari gelombang panas ekstrem hingga kebakaran hutan — dan sadar bahwa setiap keputusan konsumsi memiliki dampak.
Menurut NielsenIQ, 63% Gen Z dan 58% milenial lebih memilih membeli produk yang dianggap ramah lingkungan, bahkan untuk perayaan seperti Halloween. Ini terlihat dari meningkatnya penjualan kostum bekas (secondhand), dekorasi daur ulang, hingga produk permen yang menggunakan kemasan biodegradable.
Dari Plastik ke Daur Ulang
Jika sebelumnya rumah-rumah dihiasi dengan plastik dan dekorasi sekali pakai, kini banyak keluarga muda beralih ke bahan yang bisa digunakan kembali. Di platform seperti Depop dan Vinted, kostum vintage dan daur ulang meningkat tajam pada Oktober. Bahkan, banyak influencer Gen Z mengampanyekan DIY Halloween, mendorong kreativitas tanpa menambah limbah plastik baru.
Tahun 2025 juga ditandai dengan kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil. Namun, bagi generasi muda, berhemat bukan berarti kehilangan semangat Halloween. Mereka beradaptasi dengan cara yang kreatif dan efisien.
NielsenIQ mencatat bahwa sekitar 70% konsumen Gen Z lebih suka membuat dekorasi sendiri dari bahan rumah tangga — seperti botol kaca, kain sisa, atau bahkan daun kering. Di TikTok, tagar #EcoHalloween telah ditonton lebih dari 120 juta kali, menunjukkan antusiasme global untuk merayakan dengan cara yang lebih hijau.
Isu keberlanjutan juga merambah ke industri makanan. Beberapa merek besar seperti Mars Wrigley dan Nestlé telah mulai memperkenalkan kemasan daur ulang untuk produk permen mereka. Bahkan beberapa merek kecil berbasis komunitas menawarkan permen berbahan organik atau fair-trade chocolate, yang lebih etis dan ramah bumi.
Menurut Euromonitor International (2025), permintaan untuk produk dengan label “eco-friendly” naik 18% di pasar musiman seperti Halloween. Ini menandakan bahwa konsumen bukan hanya peduli harga, tapi juga nilai moral di balik produk yang mereka beli.
Seram tapi Berkelanjutan
Halloween kini mencerminkan identitas baru generasi muda: ekspresif, kreatif, namun tetap beretika. Mereka tidak sekadar meniru tren — mereka menciptakan tren. Kostum dari bahan bekas, pesta tanpa limbah, dan dekorasi alami menjadi simbol kebanggaan baru.
Dalam survei NielsenIQ, 54% responden Gen Z menyebut bahwa mereka merasa lebih “autentik” ketika mengenakan kostum hasil karya sendiri dibanding kostum pabrikan. Ini menunjukkan bahwa kreativitas kini berjalan beriringan dengan kepedulian terhadap planet.
Jika tren ini berlanjut, Halloween di masa depan bisa menjadi contoh bagaimana budaya pop mampu beradaptasi dengan nilai keberlanjutan. Bayangkan kota-kota yang penuh warna, namun tanpa sampah plastik berserakan; pesta yang ramai, namun dengan karbon jejak minimal.
Kesadaran ini bukan sekadar tren musiman. Ia menjadi bagian dari gerakan yang lebih besar — generasi muda yang ingin merayakan hidup tanpa merusak bumi. Seperti yang dinyatakan dalam laporan NielsenIQ, “Konsumen muda tidak hanya membeli produk, mereka membeli makna.”
Dan di Halloween 2025 ini, makna itu jelas: menjadi hijau adalah gaya baru yang paling menakutkan — dan paling keren. (Sulung Prasetyo)





