Views: 43

Kegiatan petualangan di alam bebas ternyata tak hanya menjadi pemborosan. Bila bisa melihat celah didalamnya ternyata banyak sisi bisnis yang bisa dikembangkan. Termasuk salah satunya adalah usaha pembuatan dinding panjat tebing.

Salah satu pelaku bisnis tersebut merupakan Abalaba. Berlokasi di daerah Cigadung, Bandung, Jawa Barat, Abalaba ternyata sudah setidaknya 25 tahun berdiri. Waktu yang tak sebentar untuk perjalanan sebuah perusahaan. Banyak cerita didalamnya, dan Lingkar Bumi berkesempatan mendapatkan cerita tersebut melalui Rahim Asyik Budi Santoso, pemimpin perusahaan Abalaba pada awal minggu Februari 2025 kemarin.

“Dinding panjat pertama yang kami buat ada di toko Eiger Bandung. Sampai sekarang dinding panjat itu masih ada, meski tersisa satu bagian saja sekarang”, urai Rahim.

Keberhasilan dari pembuatan dinding panjat tersebut, yang kemudian menjadi titik kunci untuk perkembangan perusahaan Abalaba. Dengan hasil itu berturut-turut datang bertubi-tubi pesanan dari berbagai daerah di Indonesia. Sampai akhirnya pada tahun 2025 ini sudah ratusan dinding panjat berhasil didirikan Abalaba di seluruh Indonesia.

Jenis dinding panjat rekreasi yang banyak dibangun pada area wisata. (dok. abalaba)

Desain Terus Berubah

Salah satu penyebab keberhasil Abalaba terus langgeng hingga sekarang, diakui Rahim merupakan kemampuan perusahaan untuk terus mengikuti perubahan selera pasar. Keinginan konsumen yang dinamis membuat banyak jenis dinding panjat tebing yang diproduksi. Tercatat hingga terakhir sudah ada empat jenis dinding panjat yang dipasarkan Abalaba.

Desain paling utama merupakan dinding panjat untuk kompetisi atau kejuaraan. Jenis dinding panjat ini merupakan pangsa pasar pemasukan paling besar. Hal itu dikarenakan jumlah banyaknya bahan baku yang digunakan. Setidaknya tiga jenis dinding panjat harus dibuat untuk kejuaraan, yaitu dinding panjat untuk tipe kesulitan (difficult), kecepatan (speed) dan bouldering.

Sementara beberapa jenis desain dinding panjat yang lain merupakan jenis pendidikan, rekreasi serta eksterior dan interior. Pada dinding panjat jenis pendidikan kebanyakan digunakan pada institusi-institusi pendidikan seperti di sekolah-sekolah atau universitas. Sementara untuk jenis rekreasi, kebanyakan dibangun pada area wisata. Satu jenis yang lain adalah eksterior dan interior yang biasanya merupakan pesanan khusus di area-area perumahan.

“Abalaba terus bekerjasama dengan penyedia dinding panjat kelas internasional seperti entreprise, untuk mengembangkan desain”, papar Rahim.

Dalam penjelasannya, dari tahun ke tahun jenis dinding panjat juga terus berubah. Mulai dari dinding panjat bertekstur kasar, hingga saat ini lebih memiliki acuan tetap seperti tinggi, lebar dan pemakaian bahan baku.

“Seperti kalau dulu, kebanyakan bahan resin yang digunakan. Terus berubah jadi triplek kayu yang dilapis resin. Sampai kemudian sekarang berubah dinding panjat merupakan campuran dari PVC dan lapisan resin”, tambah Rahim lagi.

Berbagai jenis dinding panjat buatan untuk kompetisi atau kejuaraan. (dok.abalaba)

Visi Lingkungan

Perubahan bahan baku tersebut tak bisa diindahkan juga merupakan tuntutan terhadap kondisi lingkungan saat ini. Dimana perusahaan masa kini dituntut untuk melakukan proses dan menghasilkan produk yang lebih ramah lingkungan.

Seperti pengurangan penggunaan resin disinyalir merupakan upaya untuk mempertahankan durasi pemakaian alat. Sebab dengan cara tersebut maka dinding panjat akan lebih tahan lama, dan makin mengurangi sampah.

Selain penggunaan resin, proses produksi juga diusahakan untuk lebih memperhatikan kondisi lingkungan. Seperti lokasi kerja yang diperbanyak tumbuhan, pemakaian bahan-bahan sisa panel untuk atap bengkel kerja, serta aplikasi lubang biopori pada lokasi perusahaan yang masih meresap tanah.

“Selain itu, Abalaba juga berusaha menghemat kertas. Serta mengurangi waktu produksi pada akhir pekan untuk penghematan energi”, imbuh Rahim lagi.

Semua hal yang dilakukan pada akhirnya berdasarkan pada kesadaran untuk keberlanjutan. Sebab bila alam lingkungan untuk bekerja rusak, maka logikanya usaha yang dilakukan saat ini juga tak akan berlanjut lagi. (Sulung Prasetyo)

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours