gunung lawu

Bediding Tewaskan Dua Pendaki Indonesia di Hari Kemerdekaan

Views: 49

Fenomena suhu dingin di musim kemarau, Bediding disinyalir membuat dua pendaki di Indonesia tewas. Satu kasus pendaki tewas di Gunung Lawu, Jawa Tengah. Satu yang lain saat sedang merayakan hari kemerdekaan Indonesia ke 80 di Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan. Keduanya tewas karena hipotermia yang menyebabkan daya tahan tubuh turun karena suhu terlalu dingin.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Bediding merupakan istilah untuk menyebut perubahan suhu yang mencolok, khususnya yang kerap terjadi pada awal musim kemarau. 

Cuaca atau suhu udara pada siang hari pada musim kemarau umumnya sangat terik dan panas. Bahkan panasnya bisa terasa sampai menyengat kulit. Namun, ketika fenomena bediding terjadi, maka suhu udara pada malam hari bisa sangat dingin. 

BMKG menyebut jika ini merupakan fenomena alamiah yang umumnya terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau, antara Juli hingga September. Fenomena ini berkaitan dengan adanya pergerakan angin dari arah timur (angin muson timur), yang berasal dari Benua Australia. 

Penyebab Kematian Pendaki Gunung

Kondisi dingin tersebut kini disinyalir menjadi penyebab kematian dua pendaki gunung baru-baru ini. Seperti kejadian yang menimpa Paul HT, yang meninggal dunia saat melakukan pendakian di Gunung Lawu wilayah Karanganyar pada Sabtu (16/8/2025) sore. Paul meninggal dunia karena mengalami hipotermia di Pos 3 saat melalui jalur pendakian Cetho. 

Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Karangayar, Hendro Prayitno juga membenarkan hal tersebut. Hendro mengatakan kondisi cuaca di puncak Gunung Lawu saat ini dingin alias bediding. Sehingga pendaki yang hendak melakukan pendakian harus mempersiapkan fisik dengan baik. Demikian diungkapkan Hendro kepada Solopos.

“Cuaca di Lawu masih cukup dingin, karena biar kemarau, sesuai prediksi BMKG, bahwa saat ini kondisi cuaca kemarau tapi basah,” katanya.

Terakhir data dari Perhutani menyebutkan, kalau saat korban mengalami kematian, suhu gunung Lawu turun hingga hanya delapan derajat celcius. Sebuah kondisi suhu dingin yang akan terasa cukup ekstrem bagi penduduk Indonesia, yang terbiasa hidup pada suhu hangat.

Pendaki dari Sulawesi Selatan, Irfan dari Awangpone, Bone, Sulawesi Selatan juga mengalami kondisi yang sama. Kepala Seksi Operasi Basarnas Makassar, Andi Sultan, saat dikonfirmasi tirto.id menyebutkan korban sudah meninggal dunia di Pos 8 pada Minggu malam (17/8/2025).

“Tim medis dari Polda Sulsel sudah menangani korban, dalam perjalanan korban meninggal dunia diduga karena hipotermia berat,” ujar Sultan.

Sultan menyebutkan, selain korban yang meninggal dunia, petugas juga mengevakuasi 65 orang pendaki lain dari gunung setinggi 2.830 mdpl itu, karena juga mengalami gejala hipotermia ringan.

Antisipasi Bediding

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan fenomena “Bediding” terjadi hingga bulan September 2025. Ada tiga faktor yang memengaruhi Bediding, yaitu:

  • Langit cerah tanpa tutupan awan
  • Panas yang dilepas dari permukaan bumi
  • Kelembapan udara yang rendah

Pada skala lokal, langit cenderung cerah tanpa tutupan awan. Kondisi ini memungkinkan panas dari permukaan bumi lepas dengan mudah ke atmosfer melalui radiasi.

Selain itu, kelembapan udara yang rendah saat kemarau mengakibatkan tidak adanya “selimut alami” yang menahan panas. Ini memperkuat pendinginan, membuat suhu udara turun drastis menjelang pagi.

Bediding bukan fenomena berbahaya, tetapi masyarakat tetap perlu waspada. Oleh karena itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk:

  • Menjaga dan meningkatkan imunitas tubuh dengan asupan nutrisi dan minuman hangat.
  • Gunakan pelembap untuk mencegah kulit kering dan pecah-pecah akibat udara dingin.
  • Pantau terus informasi cuaca terkini melalui kanal resmi BMKG, seperti situs www.bmkg.go.id, media sosial @infoBMKG, atau aplikasi infoBMKG.

Menurut pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Airlangga, Dr Kurnia Dwi Artanti dr MSc menyebut kalau Indonesia normal mengalami kondisi bediding. Memang akan menimbulkan beberapa dampak seperti kulit yang menjadi kering. Karena itu, ia merekomendasikan penggunaan pelembab kulit agar kesehatan kulit tetap terjaga.

Selain itu, Kurnia juga menyarankan agar tetap menjaga konsumsi air putih yang cukup. “Normalnya untuk berat badan 50 kg butuh dua liter air. Selain itu bisa ditambahkan dengan vitamin yang bagus untuk kulit, yaitu vitamin A, C, dan E”, urai Kurnia melalui situs unair.ac.id.

Lebih lanjut Kurnia menyampaikan agar masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan pada fenomena bediding. Meski tetap memerlukan sikap waspada dengan melakukan berbagai antisipasi. Masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan dengan minum air putih cukup, mengosumsi buah dan sayur, serta vitamin tambahan. (Wage Erlangga)

Artikel Dari Penulis Yang Sama

gunung rinjani

Masuk Grade IV, Apa Saja yang Harus Disiapkan Untuk Mendaki Gunung Rinjani?

Cerita Kecil Dibalik Lahirnya Indonesia Mountain Grade System

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *