Mengelola Takut Saat Menyelam

Views: 15

Pada kedalaman sepuluh meter di bawah permukaan laut Bali, Andi—seorang penyelam rekreasional—tiba-tiba merasakan napasnya semakin pendek. Jantungnya berdegup kencang, masker terasa menekan wajahnya, dan bayangan ikan pari yang muncul dari kegelapan justru membuatnya panik.

“Waktu itu saya hanya ingin segera naik ke permukaan,” ceritanya. “Tapi saya tahu itu berbahaya. Untungnya, instruktur memberi kode untuk berhenti, tarik napas, lalu menenangkan diri.”

Kisah Andi hanyalah satu dari sekian banyak pengalaman penyelam yang berhadapan dengan rasa takut di bawah air. Menyelam memang menawarkan keindahan, tetapi juga menghadirkan tantangan psikologis yang nyata. Seperti yang ditulis Laura Walton dalam Alert Diver Magazine, rasa takut bukanlah musuh, melainkan sinyal yang perlu dipahami.

Takut Itu Normal

Rasa takut, kata Walton, adalah reaksi alamiah manusia. Tubuh kita dirancang untuk bertahan hidup: membeku (freeze), melawan (fight), kabur (flight), hingga pingsan (faint). Namun di bawah air, reaksi itu bisa menjadi bumerang. Lonjakan adrenalin yang mendorong penyelam naik ke permukaan dengan cepat, misalnya, bisa menimbulkan risiko barotrauma atau emboli.

“Ketakutan bukanlah masalah. Paniklah yang berbahaya,” tulis Walton.

Ketakutan bisa datang dari mana saja. Masker yang bocor, regulator yang macet, atau sekadar melihat siluet hiu di kejauhan. Ada juga fobia bawaan: ruang sempit, air gelap, atau trauma masa lalu.

Selain itu, manusia membawa kecemasan sehari-hari ke dalam air—takut gagal, takut kehilangan kendali, bahkan takut dievaluasi oleh teman selam. Semua itu dapat menjadi pemicu rasa takut saat menyelam.

Namun, rasa takut tidak selalu buruk. Justru, dalam kadar tertentu, ia bisa menjadi guru yang bijak. Ketika tubuh menegang dan napas tak beraturan, penyelam diajak untuk berhenti sejenak: stop–think–act.

Mengakui keberadaan rasa takut memberi kesempatan bagi otak untuk tetap berpikir jernih. Menolaknya justru memperbesar kemungkinan panik. “Rasa takut itu seperti gelombang. Ia datang, memuncak, lalu akan surut,” tulis Walton.

Baca juga:

Strategi Mengelola Ketakutan

Para pakar menyarankan beberapa cara untuk tetap aman meski rasa takut hadir di dasar laut:

  • Pelatihan dan pengalaman: semakin banyak menyelam, semakin kecil ruang bagi rasa takut untuk berkembang.
  • Kelola stres sebelum masuk air: tubuh dan pikiran yang tenang lebih siap menghadapi tekanan.
  • Berhenti sejenak: memberi waktu pada diri untuk menenangkan napas dan detak jantung.
  • Pisahkan diri dari emosi: menyadari bahwa Anda bukan “takut itu sendiri”, melainkan pengamatnya.
  • Latihan mental: membayangkan situasi sulit di rumah, lalu mempraktikkan cara tetap tenang.

Ada teori menarik: rasa takut justru memperkaya pengalaman menyelam. Seperti melihat jurang yang dalam dari balik pagar pengaman—ada sensasi berbahaya, tapi juga rasa kagum.

Bagi sebagian penyelam, cemas bukan sekadar hambatan. Ia adalah pengingat akan rapuhnya manusia di hadapan samudra. Dan justru di situlah letak keindahannya.

Menyelam memang membawa kita ke dunia lain—sunyi, biru, dan penuh misteri. Tapi di balik keindahan itu, selalu ada ruang bagi rasa takut. Bukan untuk dihindari, melainkan untuk dipahami dan dikelola.

Sebab pada akhirnya, keberanian bukan berarti tanpa rasa takut. Keberanian adalah menyelam bersama rasa takut, dan tetap memilih untuk menikmati tarian cahaya di dasar laut. (Wage Erlangga)

Artikel Dari Penulis Yang Sama

Torbjørn C. Pedersen, Mengunjungi Seluruh Negara Dunia Tanpa Menggunakan Pesawat

deforestasi

Deforestasi Sebabkan 28.000 Kematian Akibat Panas per Tahun

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *