Views: 7
Matahari pagi baru saja muncul di atas garis pantai berbatu di Australia Selatan. Serombongan tim ilmuwan laut mengangkat muatan aneh mereka ke atas kapal. Bukan tabung scuba atau papan selancar yang mereka bawa. Itu papan busa yang dilapisi kain eksperimental. Papan busa itu rencananya menjadi semacam “umpan” yang sebentar lagi akan mereka tawarkan ke hiu putih besar.
Selama bertahun-tahun, para peselancar, penyelam, dan pecinta laut hidup dalam paradoks. Laut memberikan kebebasan, kegembiraan, dan adrenalin, tetapi juga menyimpan risiko. Di antara risiko itu, gigitan hiu adalah yang paling menakutkan. Meski jarang terjadi, jika serangan terjadi, akibatnya sering kali fatal. Kehilangan darah dalam waktu singkat, yang kerap menjadi penyebab utama kematian.
Kenyataan inilah yang mendorong Profesor Charlie Huveneers dan timnya di Flinders University untuk berinisiatif. Bagaimana jika wetsuit yang biasa dipakai penyelam tidak hanya menjaga kehangatan, tetapi juga bisa menjadi pelindung?
Uji di Lautan, Bukan di Laboratorium
Para peneliti kemudian memilih menguji ide mereka langsung di laut, bukan di ruang laboratorium yang tenang. Di dek kapal, mereka memasang panel wetsuit eksperimental pada papan busa, memancingnya dengan daging tuna, lalu menurunkannya ke perairan yang menjadi jalur hiu putih (Carcharodon carcharias) dan hiu macan (Galeocerdo cuvier).
Lalu, mereka menunggu.
Seekor hiu putih besar pertama yang muncul langsung menyambar. Suara gigi yang merobek kain terdengar nyaring. Papan bergetar keras, serat-serat kain robek, dan air asin bergejolak.
Namun ketika papan itu diangkat kembali, tim menemukan sesuatu yang mengejutkan. Bahan wetsuit baru itu jauh lebih tangguh dibanding neoprene tradisional.
Wetsuit yang Tidak Biasa
Selama ini, wetsuit dibuat dari neoprene, bahan elastis yang berfungsi sebagai insulasi panas. Namun, neoprene nyaris tak mampu menahan gigitan gigi hiu yang bergerigi tajam. Empat bahan baru yang diuji kali ini berbeda, yaitu Aqua Armour, Shark Stop, ActionTX-S, dan Brewster.
Bahan-bahan ini ditenun dengan ultra-high molecular weight polyethylene (UHMWPE), serat berteknologi tinggi yang juga digunakan dalam rompi antipeluru. Mereka lebih ringan dan fleksibel dibanding rantai besi (chainmail), tetapi cukup kuat untuk mengurangi sobekan parah.
Hasilnya konsisten. Gigitan hiu memang masih menembus. Luka yang tadinya bisa berupa robekan besar, berubah menjadi sobekan dangkal yang tidak langsung mematikan.
“Perbedaan utama adalah pada tingkat keparahan luka,” jelas Dr. Tom Clarke, salah satu peneliti kepada SciTech Daily awal September 2025. “Kami tidak menghentikan hiu menggigit, tetapi kami mengurangi kemungkinan korban kehilangan darah dalam jumlah besar.”

Detik-Detik yang Menentukan Hidup dan Mati
Dalam setiap insiden serangan hiu, waktu adalah segalanya. Statistik menunjukkan bahwa sebagian besar korban meninggal karena pendarahan hebat sebelum sempat mendapat pertolongan medis.
Di sinilah wetsuit pelindung berperan. Jika kain mampu menahan gigi agar tidak merobek arteri utama, korban bisa bertahan beberapa menit lebih lama, cukup bagi penjaga pantai atau rekan mereka untuk menarik ke darat dan memanggil pertolongan.
Selama beberapa dekade, strategi pemerintah untuk mengurangi risiko hiu berfokus pada metode mematikan, membunuh hiu, memasang jaring, atau drumline (pancing raksasa di laut). Pendekatan itu sering menuai kontroversi karena merusak ekosistem dan menimbulkan perdebatan etika.
Penelitian ini membawa paradigma baru. Bukan mengurangi jumlah hiu, melainkan melindungi manusia secara individu tanpa membunuh predator laut.
“Ini bagian dari sebuah toolkit,” kata Huveneers. “Tidak ada satu cara yang bisa menghilangkan risiko. Tapi jika digabungkan — edukasi, perangkat pengusir hiu, kesadaran risiko, dan sekarang pakaian pelindung — lautan bisa menjadi lebih aman.”
Hambatan
Tantangan terbesar bukan hanya soal efektivitas, tetapi juga kenyamanan. Peselancar tentu tidak mau memakai pakaian yang kaku seperti baju zirah. Karena itu, kain pelindung dirancang untuk dipasang secara strategis di bagian tubuh paling rentan, seperti lengan, paha, dan batang tubuh, sementara bagian lain tetap ringan.
Namun ada hambatan lain, yaitu masalah harga. Serat UHMWPE tidak murah, dan produksi massal bisa menaikkan biaya wetsuit. Selain itu, belum ada standar internasional untuk menguji dan memberi label “wetsuit tahan gigitan hiu.”
Meski demikian, sejumlah perusahaan sudah melirik penelitian ini. Bagi merek wetsuit, inovasi ini bisa menjadi terobosan besar — menjual bukan sekadar pakaian selam, tapi juga perlindungan hidup.
Rekomendasi artikel
Hiu Menyerang dari Belakang
Suara Skeptis
Tetap saja, sebagian pakar mengingatkan agar publik tidak terbuai. “Tahan gigitan bukan berarti kebal gigitan,” kata seorang ahli konservasi laut. Hiu besar tetap bisa menyebabkan patah tulang atau memar serius meski kain tidak robek.
Ada pula kekhawatiran psikologis. Jika orang merasa terlalu aman dengan wetsuit semacam ini, bisa saja mereka jadi lebih berani masuk ke daerah rawan hiu. Para peneliti menegaskan, ini bukan izin untuk sembrono.
Data menunjukkan, serangan hiu sebenarnya sangat jarang. Pada 2024, tercatat kurang dari 50 kasus tak berprovokasi di seluruh dunia. Bandingkan dengan ribuan kasus tenggelam setiap tahun.
Namun dampak sosial-ekonominya sangat besar. Satu kasus saja bisa menutup pantai berhari-hari, menurunkan kunjungan wisata, dan membuat publik ketakutan.
Karena itu, penelitian ini bukan hanya soal kesehatan, tapi juga soal kepercayaan publik. Jika orang merasa lebih aman, mereka akan tetap datang ke pantai. Dan jika korban selamat, trauma keluarga dan komunitas pun bisa diminimalisir.
Harapan Baru di Lautan
Penelitian ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Wildlife Research, menutup dengan catatan hati-hati. Uji coba perlu diperluas, validasi lapangan masih terbatas, dan kenyataannya gigitan hiu tetaplah jarang terjadi.
Namun arah masa depan jelas: wetsuit mungkin tidak lagi hanya sekadar menjaga tubuh tetap hangat, melainkan menjadi pertahanan terakhir antara hidup dan mati.
Di atas dek kapal penelitian itu, saat para ilmuwan menatap kain yang robek namun tidak hancur, ada secercah optimisme. Lautan tidak akan pernah sepenuhnya aman. Hiu akan tetap menjadi hiu. Tapi mungkin, dengan sedikit kecerdikan manusia yang dijalin ke dalam pakaian, keseimbangan antara ketakutan dan kebebasan bisa berubah.
Dan ketika para peselancar, penyelam, atau penjaga pantai kembali mengayuh ke ombak, mereka bisa membawa sedikit lebih banyak keyakinan. Jika suatu saat predator laut menggigit, wetsuit mereka mungkin memberi kesempatan kedua untuk hidup. (Wage Erlangga)





