anak rinjanin

Kata Sains Tentang Balita Mendaki Gunung, Ternyata Berbahaya

Views: 20

Baru-baru ini sebuah konten di media sosial menjadi pembicaraan, karena mengabarkan tentang seorang balita yang mendaki gunung Rinjani, Lombok. Di satu sisi banyak yang memberikan pujian, dalam bentuk komentar. Namun disisi lain ada juga yang mengkhawatirkan kondisi balita tersebut. Mengingat mendaki gunung mengandung resiko jangka pendek, dan panjang, yang dikhawatirkan bisa menimpa balita tersebut.

Kekhawatiran itu terbukti melalui sejumlah penelitian medis, yang menunjukkan bahwa mendaki di ketinggian membawa risiko besar bagi kelompok usia balita.

Napas Sesak dalam Sehari

Penelitian yang dilakukan oleh Yaron, Niermeyer, dan Lindgren (2003) meneliti bayi dan anak usia 3–36 bulan yang dibawa dari ketinggian 1.610 meter ke 3.109 meter hanya dalam waktu 24 jam. Hasilnya mencemaskan. Hal itu terjadi lantaran saturasi oksigen darah menurun, laju napas meningkat, oksigenasi otak berkurang, dan beberapa balita menunjukkan gejala Acute Mountain Sickness (AMS). Studi ini menegaskan bahwa bayi dan balita bisa bereaksi sangat cepat terhadap hipoksia, bahkan di ketinggian yang masih tergolong sedang.
🔗 Baca penelitian

Anak Lebih Lemah daripada Orang Dewasa

Kerentanan tidak berhenti di usia balita. Dalam studi Kids With Altitude oleh Rieger et al. (2022), anak-anak usia 7–14 tahun dibawa ke ketinggian 3.800 meter. Dibanding orang dewasa, anak-anak lebih sering mengalami AMS, gejalanya lebih parah, dan mereka lebih cepat kehilangan berat badan serta cairan tubuh. Penelitian ini memperlihatkan bahwa tubuh muda beradaptasi lebih buruk dibanding tubuh dewasa saat menghadapi udara tipis.
🔗 Baca penelitian

Balita di Andes: Hampir Semua Sakit

Kisah nyata lain datang dari Andes, Chili. Moraga et al. (2008) mempelajari keluarga yang dibawa dari dataran rendah langsung ke kota Putre di ketinggian 3.500 meter. Hasilnya, hampir semua anak di bawah lima tahun menunjukkan gejala AMS. Mereka mengalami kelelahan, gangguan tidur, kehilangan nafsu makan, hingga rewel berlebihan. Sementara itu, tidak semua orang dewasa dalam rombongan mengalami gejala seberat anak-anak.
🔗 Baca penelitian

Para ahli sepakat bahwa anak-anak di bawah lima tahun tidak dianjurkan melakukan pendakian ke gunung dengan ketinggian lebih dari 2.500 mdpl. Wilderness Medical Society (WMS) dalam konsensusnya menyebutkan, perjalanan dengan risiko hipoksia sebaiknya dihindari untuk anak-anak yang masih sangat muda.

Jika orang tua tetap ingin mengenalkan alam pada anak, jalur pendakian pendek di dataran rendah atau kegiatan outdoor di alam terbuka bisa menjadi pilihan yang jauh lebih aman.

Baca juga :

Mendaki gunung bersama keluarga bisa jadi pengalaman yang berharga, tetapi risikonya berbeda jika melibatkan balita. Dari keterbatasan fisiologis, potensi penyakit ketinggian, hingga bahaya jangka panjang bagi perkembangan anak. Bukti penelitian jelas menunjukkan bahwa pendakian di ketinggian bukanlah aktivitas yang aman bagi mereka.

Sebelum mengajak anak ke gunung tinggi seperti Rinjani, orang tua sebaiknya mempertimbangkan kembali, bahwa keselamatan dan kesehatan anak jauh lebih berharga daripada sekadar pengalaman sesaat. (Sulung Prasetyo)

Artikel Dari Penulis Yang Sama

Dougal Houston

50 Tahun Ekspedisi Inggris Menembus Jalur Tersulit Everest

homo erectus

Setelah Lebih 100 Tahun, Fosil Homo erectus Kembali ke Tanah Air

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *