umy pakaian mendaki gunung

UMY Kembangkan Pakaian Mendaki Gunung Darurat

Views: 10

Di tengah kabut tebal yang menggantung di punggungan gunung, banyak pendaki tak sadar betapa tipis batas antara petualangan dan bahaya. Cuaca bisa berubah dalam hitungan menit, tubuh bisa kehabisan energi, dan jarak menuju bantuan medis sering kali jauh dari jangkauan. Dari keprihatinan terhadap kondisi seperti inilah, Dr. dr. Titiek Hidayati, dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), memulai langkah kecil yang bisa menyelamatkan nyawa: merancang pakaian pelindung diri (APD) multifungsi untuk pendaki dan relawan medis.

Ide itu tak muncul tiba-tiba. “Saya masih ingat betul berita meninggalnya Pak Widjajono Partowidagdo di Gunung Tambora,” kenang dr. Titiek, kepada situs resmi media sosial UMY, Oktober 2025. “Beliau seorang pejabat sekaligus pendaki berpengalaman, tapi tetap kesulitan mendapat pertolongan cepat. Dari situ saya berpikir, bagaimana nasib pendaki biasa?”

Sejak saat itu, ia mulai memadukan keahliannya di bidang kedokteran dengan kepeduliannya terhadap dunia alam bebas. Hasilnya adalah sebuah pakaian darurat serbaguna yang mampu menjadi jaket pelindung, tempat penyimpanan alat medis, hingga tandu evakuasi.

Jaket tersebut memiliki banyak saku tersembunyi untuk menyimpan berbagai perlengkapan darurat—dari obat-obatan suntik hingga alat bantu napas sederhana. Bahan utamanya dibuat dari kain tahan air dan ringan, dengan teknik jahitan khusus yang memungkinkan jaket dibentangkan penuh menjadi tandu.

“Kalau membawa kotak P3K tentu tidak praktis,” ujarnya sambil memperlihatkan rancangan prototipe. “Dengan jaket ini, semua terintegrasi. Misalnya, ada pendaki yang sesak napas—alat dan obat sudah di dalam saku. Kalau suhu turun, jaket bisa menghangatkan tubuh. Kalau harus evakuasi, tinggal buka dan ubah jadi tandu.”

Uji coba lapangan dilakukan bersama komunitas pecinta alam UMY di kawasan pegunungan. Dari sana, lahir berbagai masukan—mulai dari saran menambah fitur penghangat tubuh hingga ide menjadikannya tenda kecil untuk penanganan korban hipotermia. “Masukan itu sangat berharga,” kata dr. Titiek, “karena mereka tahu kondisi nyata di lapangan.”

Baca juga :

Kini, inovasi tersebut telah memperoleh sertifikat paten resmi, menandakan pengakuan atas desain dan kegunaannya. Namun bagi dr. Titiek, yang terpenting bukan sekadar sertifikat. “Saya ingin setiap kelompok pendaki membawa setidaknya satu jaket ini. Bukan hanya sebagai alat, tapi simbol kesiapsiagaan,” ujarnya.

Meski fokusnya pada pendaki gunung, manfaat jaket darurat ini jauh lebih luas. Relawan medis, tim SAR, hingga petugas kemanusiaan di wilayah bencana bisa memanfaatkannya.

Bagi dr. Titiek, inovasi ini adalah bentuk nyata kolaborasi antara pengetahuan, empati, dan pengalaman lapangan. “Kadang, ide besar lahir dari hal sederhana: rasa ingin menolong,” katanya menutup percakapan. (Wage Erlangga)

Artikel Dari Penulis Yang Sama

pulau lombok

Mengapa di Pulau Lombok Tidak Ada Hewan Predator?

lintah

Fosil Lintah Tertua Ungkap Bahwa Leluhur Mereka Bukan Pengisap Darah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *