Views: 29
Catatan Redaksi:
Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) baru saja selesai mengadakan perjalanan ke Gunung Patah di Bengkulu. Cerita perjalanan mereka sempat dibagikan melalui acara Sharing Session di Kampus UI, Sabtu, 25 Oktober 2025. Berikut beberapa cerita yang ada didalamnya.
Sudah berhari-hari perjalanan dilakukan. Menembus hutan basah di pedalaman Sumatera. Membuka jalur pendakian, yang kembali tertutup, karena jarang orang yang melewatinya. Bukan tanpa alasan rombongan itu berada disana. Di hutan gunung tertinggi di Bengkulu, Gunung Patah.
Wajah-wajah itu kadang tampak kelelahan, kadang senyum lebar memenuhi wajah. Kadang serius membicarakan rencana perjalanan, kadang tertawa karena berhasil menjahili kawannya. Wajah kuyup karena hujan, tapi jelas ada semangat tetap menyala saat senam pagi terulang dilakukan.
Wajah itu sebagian besar milik calon anggota (caang) Mapala UI. Mereka terengah-engah, mengikuti ritual pendidikan menjadi anggota tetap. Ritual perjalanan panjang. Perjalanan yang harus dilakukan lebih dari 10 hari perjalanan. Bisa dilakukan dimana saja, tapi kali ini, Bengkulu yang kebagian kesempatan dijelajahi.
“Perizinan ke gunung Patah tak terlalu sulit. Jadi rencana sebelumnya ke Binaiya dibelokan kesini”, urai Am At Tawallud, Penanggung Jawab Teknis Pendakian Gunung Patah memaparkan salah satu sebab perjalanan dilakukan kesana.
Air terjun Tiga TIngkat
Setelah persiapan latihan fisik, pencarian dana dan penyiapan peralatan selesai dilakukan berbulan-bulan. Akhirnya awal Agustus 2025 perjalanan berhasil dilakukan. Menyeberangi Selat Sunda, sampai akhirnya tiba di dusun Manau Sembilan, di Bengkulu.
Tim lalu dibelah dua, sebagian melakukan bakti sosial, sebagian yang lain melakukan perjalanan pendakian ke Gunung Patah.
Zahra Adila, Caang Penanggung Jawab Bakti Sosial menjelaskan kalau kegiatan bakti sosial, memang kerap dilakukan kalau perjalanan panjang Mapala UI dilakukan. Kali ini memberikan penyuluhan ke anak Sekolah Dasar di dusun Manau Sembilan.
Kembali ke tim yang melakukan pendakian gunung. Perjalanan sudah dilakukan berhari-hari, ketika dikabarkan mereka menemukan hal-hal baru yang sebelumnya belum diketahui.
“Seperti kami melihat ada air terjun tiga tingkat”, urai Am At Tawallud lagi. “Padahal sebelumnya tak ada informasi mengenai adanya air terjun tiga tingkat itu”.

Kuburan Gajah
Hal-hal menarik lain yang diceritakan merupakan penemuan tulang-belulang berukuran besar. Mulanya sempat tak ada yang tahu jenis satwa apa asal tulang-belulang tersebut. Dalam tautan video yang diberikan terlihat tulang sudah mulai tertimbun tanah, dan terselubung lumut tipis.
Terlihat juga ada banyak bagian-bagian tulang yang ditemukan. Namun tetap agak sulit mengidentifikasi jenis satwa, selain lokasi penemuan berada di ketinggian yang tak lazim. Sekitar 1.500 meter diatas permukaan laut (mdpl).
“Baru setelah ditanyakan ke orang-orang di dusun dibawah, baru diketahui kalau tulang itu milik gajah”, tutur Am At Tawallud. “Tapi jenis gajah apa yang berjalan hingga berada diketinggian 1.500 meter diatas permukaan laut?”.
Terlepas dari semua teori yang ada, perjalanan tersebut tetap memiliki arti bagi tiap-tiap personal yang mengikutinya. Isi cerita perjalanan bisa berbagai macam, namun yang diprioritaskan tetap sama. Kembali dengan selamat dan menceritakan kepada semua adalah hal yang utama. (Sulung Prasetyo)





