Views: 23
Rumah adat Lombok ternyata menyimpan kemampuan dahsyat dalam meredam dampak gempa. Hal itu terbukti dalam perjalanan Lingkar Bumi ke dusun Amor-Amor, di Lombok Utara, pekan kedua Agustus 2025. Dimana terlihat rumah adat Lombok bernama Baleq Bala, mampu bertahan dari gempa selama ratusan tahun.
“Baleq bala itu artinya rumah bencana. Baleq itu rumah, bala itu artinya bencana. Rumah yang tahan dari bencana”, jelas Jumedip, orang tua di desa Amor-Amor pemilik rumah adat Baleq Bala.
Dengan sifat penerimaan terbuka Jumedip menjelaskan kalau rumah tersebut merupakan peninggalan keluarganya. Ia telah tinggal di rumah itu sekitar 60 tahun lamanya. Sebuah rumah kayu, setinggi kira-kira empat meter, luas delapan langkah kaki, dan berrgaya seperti rumah panggung kecil.
Seperti umumnya rumah adat di Lombok, terdapat beranda rumah dengan segala perlengkapan pertanian memenuhi setengah isi beranda. Tak lupa juga sebuah berugak, atau bangunan serupa gazebo didepan rumah, sebagai lokasi menerima tamu. Di tiang menuju langit-langit berugak, terlihat ukiran khas Lombok bermotif seperti tapal kuda, berwarna dominan hitam dan merah.
Pondasi Tak Tertanam Dalam Tanah
Satu hal unik dari tiap bangunan rumah adat ini merupakan pondasi rumah, yang tak tertanam didalam tanah. Ujung terbawah tiang kayu pondasi, hanya dibatasi dengan batuan yang bersentuhan langsung dengan tanah.
“Karena tak ditanam ke dalam tanah, jadi rumah ini hanya akan bergeser kalau ada gempa”, urai Jumedip lagi.
Struktur pondasi tanpa tertanam ke dalam tanah, terbukti mampu meredam kerusakan rumah akibat gempa. Hal itu sudah terbukti dari masih berdirinya rumah tersebut selama ratusan tahun. Melewati beberapa kali gempa yang menimpa Lombok. Termasuk gempa besar yang menimpa Lombok pada tahun 2018 lalu.

Pada gempa tahun 2018, hampir rata-rata rumah modern dengan dinding batu di dusun Amor-Amor luluh lantak. Menurut penuturan, usai gempa tahun 2018 kebanyakan rumah berdinding batu, hancur rata dengan tanah. Sementara rumah Bale Bala, dan Berugak milik Jumadim tetap berdiri tegak.
“Kalau ada gempa, kami pasti lari ke dalam rumah, karena lebih aman disana”, tutur Jumedip.
Sebuah hal yang sangat berbeda dengan pengetahuan tentang antisipasi dampak bencana gempa. Dimana dalam ilmu modern kita justru diharapkan melindungi kepala, dan lari keluar rumah dan menuju ruang terbuka saat ada gempa.
Adopsi
Pengetahuan tentang struktur pondasi rumah adat Baleq Bala itu, yang kemudian diadopsi oleh kelompok sukerelawan paska bencana gempa 2018 di Lombok. Dengan struktur tersebut memang sudah jelas terbukti mampu meredam gempa, ketimbang membuat rumah sumbangan baru dengan dinding batu.
Sadi, kepala dusun Amor-Amor yang menjabat saat kejadian gempa Lombok 2018 juga memahfumi hal tersebut. Kala itu menurut Sadi, hampir keseluruhan rumah berdinding batu di Amor-Amor hancur total. Kebanyakan kemudian tinggal di tenda-tenda penampungan darurat.
Sampai saat kemudian datang tim sukarelawan, yang berniat ingin membangun kembali rumah-rumah disana. Setelah melalui beberapa pengamatan dan hasil urun rembug dengan warga, akhirnya tipe pondasi rumah Baleq Bala, yang dijadikan konsep dasar untuk membangun kembali.

Meski kemudian konsep tersebut disesuaikan juga dengan bahan-bahan modern yang tersedia. Seperti tiang-tiang rumah tidak lagi terbuat dari kayu, melainkan dari baja ringan. Sementara dinding rumah juga ditempelkan lapisan asbes. Sementara atap dibuat dengan berbahan seng bermotif.
Baca juga :
Pada kenyataannya, bangunan-bangunan sumbangan tersebut masih berdiri hingga saat ini. Sudah sekitar delapan tahun lamanya, dan masyarakat Amor-Amor masih hidup didalamnya. Meski dengan sedikit modifikasi-modifikasi tambahan, seperti bentuk rumah panggung yang ditinggalkan, dan pembuatan lapisan keramik pada lantai rumah.
Meski belum terbukti model rumah adopsi Baleq Bala tersebut bisa menahan gempa. Namun paling tidak adaptasi kearifan tradisional sebagai konsep dasar rumah baru sumbangan paska bencana sudah berusaha berdamai dengan kondisi alam. Logikanya kalau Baleq Bala bisa bertahan dari gempa, dengan pondasi seperti itu, seharusnya rumah sumbangan seharusnya bisa bertahan juga, karena menggunakan sistem pondasi yang sama. (Sulung Prasetyo)






One thought on “Rumah Adat Lombok Bertahan dari Gempa Selama Ratusan Tahun”